Presiden Megawati Soekarnoputri meminta pengakhiran program dengan Dana Moneter Internasional (IMF) akhir tahun ini dilakukan secara soft landing atau tidak serta merta putus begitu saja. Tapi, cara ini belum dapat diartikan Indonesia memilih opsi pengawasan pasca program (Post Programme Monitoring/PPM).
Kan belum ada keputusan kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jusuf Kalla menjawab pertanyaan Tempo News Room di sela acara penyusunan strategi penanggulangan kemiskinan hotel Milenium Jakarta, Rabu (18/6).
Ia membantah pernyataan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie yang menyebutkan dalam rapat kabinet terbatas, Jumat pekan lalu, seluruh menteri menginginkan opsi PPM. Tanya aja Pak Kwik, itu urusan Pak Kwik ujarnya. Jusuf menambahkan, dalam rapat kabinet itu seluruh menteri yang hadir sepakat, Indonesia harus mengakhiri program dengan IMF tahun ini, sesuai dengan ketetapan MPR. Kita harus mengambil langkah-langkah, tapi tidak mengorbankan masalah moneter katanya.
Saat ini, tim khusus pemerintah masih mengkaji opsi mana yang hendak dipilih dari empat opsi yang disiapkan. Keempat opsi dimaksud, adalah, pertama, kontrak diakhiri dan Indonesia hanya menjadi anggota biasa. Kedua, kontrak diakhiri, pengawasan jalan terus (PPM) sesuai dengan prosedur IMF. Ketiga, precautionary programme dimana pinjaman hanya dicairkan jika diperlukan. Keempat, standby arrangement berjangka 1-2 tahun yang mengharuskan pemerintah membuat surat sanggup dan ada pengawasan ketat dari IMF.
(SS.Kurniawan-TNR)