“Sejak jaman pemerintahan Presiden Habibie sampai sekarang peringkat utang Indonesia yang CCC terus mengalami penurunan. Bahkan, lanjutnya, Indonesia sebenarnya sudah masuk ke dalam kategori non-investment. Kalau begini yang repot kan spread-nya. Bunganya selalu besar yang menunjukkan besarnya resiko,” ujarnya kepada pers seusai menandatangani LoI Ke-4 dengan IMF di Jakarta, Kamis (13/12).
Menurut Menko Dorodjatun, IMF secara tidak langsung telah memberikan jaminan kepada Indonesia, mengigat rendahnya peringkat Indonesia. “Barangkali nanti. Tapi saya tidak tahu kapan. Kalau kita sudah bisa kembali, mungkin saat itulah bagi pemerintah untuk bias lebih rileks untuk membicarakan kembali tentang penataan hubungan (RI-IMF –Red) ini,” ujar menko.
Dengan kondisi seperti itu, kata dia, Indonesia sulit mendapatkan utang dengan bunga yang betul-betul bisa ditolerir karena term-nya sangat komersial dan sulit. Namun, karena tidak pernah absen membayar iuran, maka Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan dana tersebut. pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Boediono menjelaskan LoI merupakan janji pemerintah kepada pasar, pelaku ekonomi di dalam maupun di luar negeri bahwa pemerintah benar-benar melaksanakan sejumlah hal yang tercatat di dalam LoI tersebut.
Karena itu isi LoI menyangkut pula hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi mikro Indonesia. Pasalnya, pelaku pasar menuntut reformasi yang luas dan mendalam. Dikarenakan krisis ekonomi yang dialami Indonesia menunjukkan adanya sejumlah -institusi yang tidak berjalan seusai relnya. Boediono mencontohkan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia, lemahnya kinerja BUMN dan juga perbankan nasional.
“Memang kita didikte oleh pelaku pasar. Tapi inilah yang penting bagi pelaku pasar bahwa pemerintah benar-benar menangani masalah-masalah yang menajdi concern mereka,” ungkap menkeu memberikan alasan. Menanggapi hal serupa, Dorodjatun mengatakan pemerintah tengah mengupayakan reformasi di sejumlah bidang.
Dia berharap agar pemilu 2004 mendatang, menghasilkan pemerintahan yang baru yang lebih demokratis dengan didukung kondisi pasar sudah lebih lentur. Saat ini memang diakui bahwa kondisi pasar masih kurang kondusif, inflasi masih tinggi dan ketidak lenturan di pasar. “Masih banyak harga-harga di pasar kita yang tidak mudah dipengaruhi oleh supply dan demand,” ungkap menko. (Ebnu Yufriadi-Tempo News Room)