Di awal masa krisis, kata Iwan, Indonesia hanya memperbesar anggaran (expansionary budget) untuk memperbaiki situasi ekonomi. Langkah itu tidak berpengaruh besar untuk memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Langkah yang kemudian diambil adalah meminta penjadwalan utang (reschedulling) kepada negara-negara donor dan kreditor. Tindakan ini ternyata bisa menghasilkan dampak yang lebih positif dibandingkan sebelumnya. “Reschedulling utang plus expansionary bugdet ternyata dampaknya sangat besar terhadap pergerakan ekonomi Indonesia,” kata Iwan dalam seminar Dampak Tragedi WTC terhadap Perekonomian Indonesia di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (13/11).
Reshcedulling yang dimaksud Iwan terdiri dari dua jenis, yakni utang pemerintah dan utang swasta. Jika reschedulling utang pemerintah yang dilakukan akan berdampak pada pengurangan angka kemiskinan. Sementara reshedulling utang swasta berdampak pada sektor riil ekonomi. Liberalisasi perbankan di tahun 1990-an, kata Iwan, berdampak sangat kuat pada saat terjadi krisis moneter. Sementara pemerintah mengambil langkah menaikkan suku bunga akibat terjadinya rush bank. Menurut Iwan, kebijakan tersebut adalah kebijakan yang salah, karena kenaikan suku bunga dianggap para investor sebagai promise interest rate, bukan kepastian. Namun sekecil apa pun peluangnya, masih ada harapan untuk perbaikan ekonomi Indonesia meski penjadwalan utang belum dibicarakan dan kemungkinan keadaan di masa datang lebih sulit.
Penjadwalan utang yang dibarengi dengan expansionary budget pernah dilakukan oleh Argentina yang mengalami krisis serupa pada 1997. Awalnya mereka hanya melakukan expansionary budget tanpa dibarengi dengan penjadwalan utang yang akhirnya membuat perekonomian Argentina tidak berjalan. Tetapi setelah kedua konsep tersebut dijalankan bersamaan, pergerakan ekonomi Argentina bisa berjalan dengan baik.
Dua kebijakan serupa dicoba disimulasi untuk melihat efektifitas pengaruhnya terhadap dampak peristiwa WTC, menunjukkan bahwa dua langkah tersebut sangat efektif bagi pergerakan ekonomi Indonesia. Dalam situasi di mana faktor eksternal kurang menguntungkan seperti saat ini banyak negara yang mengalihkan perhatian pada kekuatan domestik, baik melalui penurunan pajak maupun kenaikan pengeluaran pemerintah. “Hasilnya menunjukkan hasil yang positif dari sudut ekonomi makro, pemerataan, kesempatan kerja dan kemiskinan,”Ujarnya.
Tentu saja, Iwan menambahkan, pilihan kebijakan dan besaran yang diasumsikan bersifat subjektif. Yang jelas, selanjutnya, hal ini memungkinkan pemerintah Indonesia bisa melakukan kebijakan anggaran ekspansif meski akan sangat tergantung pada keberhasilan penjadwalan utang luar negri. Patut disayangkan penjadwalan utang luar negeri tidak pernah diusulkan pada hampir semua Letter of Intens (LoI).”Termasuk di LoI yang terakhir sekali pun,” ungkapnya. (Ebnu Yufriadi /Sri Wahyuni-Tempo News Room)