Mereka menggelar dua buah spanduk sepanjang 2,5 meter berwarna dasar putih, ditulis dengan tinta merah dan hitam, isinya: "Hutang Orba Bukan Hutang Rakyat Indonesia" dan "Tolak IMF, Hapuskan Hutang". Ada pula seorang yang dilumuri cat kuning di seluruh tubuhnya, hampir telanjang, sebagai pengandaian dari para anggota Golkar, sebagai simbol KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme) dan kroniisme.
Aksi itu juga menuntut agar pemerintah dan berbagai kekuatan pro reformasi total untuk segara mengambil langkah-langkah hukum (law enforcement) kepada mereka yang terlibat (termasuk diantaranya yang tersebar di berbagai parpol), misalnya dengan menyita aset dan dipenjarakan, setelah terbukti menjarah uang rakyat.
Menurut Ketua Badan Pekerja PRODEM, Nuku Suleiman, aksi tersebut dilatarbelakangi adanya pertemuan Consultative Group on Indonesia (CGI) di Indonesia tanggal 23 dan 24 April 2001, yang salah satu agendanya membahas mengenai utang luar negeri Indonesia warisan rezim Orde Baru.
Selain itu, PRODEM menganggap Pemerintahan Abdurahman Wahid telah gagal dalam menjalankan pemerintahan reformasi yang dimandatkan oleh rakyat, terutama di bidang ekonomi, politik, keamanan, dan hukum. Pemerintahan Gus Dur juga dianggap tidak bisa menciptakan good and clean governance, sebagai jaminan adanya penghapusan utang. "Kami menuntut pemerintahan Gus Dur segera mempertanggungjawabkannya di depan Sidang Istimewa MPR," tegas Nuku.
Sementara itu, LS-ADI menuntu agar pemerintah menolak perjanjian dengan IMF. Mereka manggap IMF sebagai perampok dan penjarah uang rakyat Indonesia sejak awal krisis moneter. IMF dianggap tidak menolong rakyat Indonesia untuk melepaskan diri dari krisis, namun intervensi IMF dalam segala pemberian utangnya tersebut malah memicu ambruknya tatanan ekonomi Indonesia. Lembaga internasional tersebut juga dianggap sebagai kaki tangan Amerika Serikat untuk mendikte Indonesia dalam segala bidang kehidupan dan kebijakan. (Juke Illafi K)