“Kami (hanya) mempermasalahkan SK Menteri Pertanian (Mentan) yang melepaskan terbatas kapas transgenik. Tetapi kita meminta pemerintah agar tidak mengintrodusir tanaman hasil transgenik sebelum ada peraturan yang jelas mengenai prosedur transgenik ini dibuat. Selain itu juga agar pemerintah benar-benar menerapkan prinsip kehati-hatian,” kata Ketua Tim Konphalindo untuk masalah Kapas Transgenik, Ida Ronauli, kepada TEMPO di Jakarta, Kamis sore (22/3).
Ia menjelaskan bahwa Indonesia telah menandatangani Protokol Cartagena setahun yang lalu. Dengan penandatanganan itu berarti Indonesia telah mengambil sikap untuk berhati-hati dalam masalah tanaman transgenik. Selain itu, pemerintah harus menjabarkan Protokol Cartagena itu ke dalam produk hukum nasional yang mengatur keamanan hayati. Saat ini perangkat hukum itu belum ada. “Sebelum ada aturan main yang jelas mengenai bagaimana prosedur introdusir tanaman trangenik ini, maka kita menginginkan masalah pelepasan terbatas kapas transgenik ini dihentikan,” kata dia.
Dalam kasus pelepasan terbatas kapas transgenik di Sulawesi Selatan, menurut Ida, banyak sekali hal yang tidak dilakukan pemerintah. Misalnya sampai saat ini AMDAL untuk pelepasan tersebut tidak pernah dilakukan.
Selain itu, masalah uji coba multilokasi, dalam pertemuan tanggal 21 November 2000 yang diadakan Balitbang Pertanian, yang menghadirkan tiga pembahas (dari Komphalindo, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan Penelitian Tanaman Serat), direkomendasikan agar uji coba multilokasi itu diulang. Namun, sampai saat ini hal itu tidak dilakukan. Padahal tujuannya adalah agar hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan, karena akan dilakukan oleh tim yang lebih independen.
Selain itu juga, Ida menjelaskan salah satu indikasi dari tidak transparannya pemerintah atas masalah kapas transgenik ini, terlihat pada saat kedatangan 40 ton benih kapas transgenik ke Indonesia pada 15 Maret lalu langsung dari Afrika Selatan ke Makassar. Ketika sampai di Makassar, alat angkut yang digunakan dipasangi tulisan beras Dolog dan melibatkan aparat keamanan untuk mengawal.
Selain itu juga benih asal Afrika Selatan tersebut dicurigai tidak melalui proses karantina terlebih dahulu, dugaan ini muncul karena benih tersebut datang Kamis, padahal benih itu baru berangkat ke sana hari Senin. “Mengingat waktu yang sangat singkat, ini tidak mungkin melalui karantina,” kata dia. Ia menjelaskan juga bahwa benih Kapas Transgenik itu pertama kali datang ke Indonesia itu pada tahun 1998 yang berasal dari Australia, pada tahap awal ini dilakukan proses karantina terlebih dahulu. (Dedet Hardiansyah)