TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan mengembalikan usulan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Deiyai, Papua, karena tak sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2012.
"Sesuai aturan Permen ESDM Nomor 10 Tahun 2012, proposal usulan harus dilengkapi dengan beberapa persyaratan dan mereka tidak sesuai ketentuan," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Rida Mulyana pada Kamis, 22 Oktober 2015.
PLTMH di Deiyai menjadi pembicaraan publik setelah anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Dewie Yasin Limpo, ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Politikus Partai Hati Nurani Rakyat, yang juga adik kandung Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, itu diduga menerima suap dalam proyek PLTMH di Deiyai, Papua.
Menurut Rida, proposal proyek PLTMH memang sudah sampai ke pemerintah daerah. Tapi, kemudian dikembalikan oleh Kementerian ESDM karena masih banyak persyaratan yang belum sesuai dengan ketentuan.
Ketentuan itu adalah adanya keharusan ketersediaan lahan dan kondisi kelistrikan di daerah tersebut. Juga dilihat potensi energinya, kesanggupan untuk menerima dan mengelolanya, serta dukungan dokumen teknis berupa Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED). "Setelah proposal tersebut diteliti, kami verifikasi ke lapangan kemudian di-review," ujarnya.
Dia mengatakan, sebelumnya, persyaratan tadi juga disertakan dalam daftar kegiatan yang akan didanai APBN. Dan itu pun harus memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat sehingga masih sangat lama prosesnya di lapangan.
KPK juga menetapkan empat tersangka lain, yakni sekretaris pribadi Dewie, Rinelda Bandaso, dan staf ahli Bambang Wahyu Hadi. Dewie beserta kedua anak buahnya itu dijerat dengan Pasal 12 a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dua tersangka lain ialah Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Iranius dan seorang pengusaha, Septiadi. Kedua pemberi suap ini dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ARIEF HIDAYAT