TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti merekomendasikan lima usulan terkait dengan pengetatan impor garam. Usulan tersebut disampaikan kepada Kementerian Perdagangan sebagai instansi yang berwenang memberikan izin impor. "Kami hanya bisa merekomendasikan saja karena sepenuhnya aturan diatur Kemendag," ujar Susi di kantornya, Rabu, 5 Agustus 2015.
Susi menginginkan agar dalam aturan Kementerian Perdagangan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Garam dapat direvisi. "Pertama, kami merekomendasikan agar garam konsumsi dilarang secara penuh."
Susi memahami kebutuhan industri sulit terpenuhi oleh garam produksi lokal yang kualitasnya jauh ketimbang garam impor. Maka itu, dia memperbolehkan impor garam industri dilakukan satu pintu melalui PT Garam dan koperasi petani garam. Itu menjadi rekomendasi kedua Susi.
Rekomendasi ketiga, bagi importir yang akan melakukan impor, wajib menyerap garam rakyat paling sedikit sama dengan kuota impor yang diberikan. Sebabnya, ujar Susi, banyak garam petani yang tak terserap akibat masuknya garam impor ke pasar konsumsi dan mengakibatkan harga jual menjadi anjlok. "Ini jelas merugikan petani," katanya.
Keempat, Susi menginginkan agar impor garam industri dikurangi 50 persen atau satu juta ton. Dan yang terakhir, dia berharap ada pengawasan ketat terhadap importasi dan distribusi garam impor. Sebab, selama ini pengawasan terhadap impor garam tidak ketat, sehingga memungkinkan adanya penyalahgunaan garam impor.
Kementerian Perdagangan diharapkan dapat memenuhi kelima rekomendasi tersebut guna menyukseskan swasembada garam yang diusung instansinya. Susi berharap agar petani bisa sejahtera dan kedaulatan pangan dapat tercapai. "Tujuan untuk rakyat, bukan untuk menguntungkan importir saja."
Namun nyatanya rekomendasi tersebut sampai saat ini belum terwujud. Kementerian Perdagangan malah sudah memberikan kuota impor sebesar 1,5 juta ton per 30 Juni 2015. Izin impor satu pintu juga ditolak oleh Partogi Pangaribuan yang dulu menjadi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri yang kini menjadi tersangka kasus dwelling time. "Kementerian Kelautan seperti tak dianggap," ujar Susi.
DEVY ERNIS