TEMPO.CO, Jakarta - Ahli Kimia dari Universitas Indonesia, Asmuwahyu, mengatakan motif beredarnya beras plastik masih menjadi pertanyaan. Musababnya, bahan baku hingga biaya produksi untuk membuat beras tersebut lebih mahal dari produksi padi pada umumnya.
Kejanggalan pertama, menurut Asmuwahyu, harga plastik olahan paling murah adalah Rp 12 ribu per kilogram. "Sedangkan rata-rata beras harganya Rp 7.500 per kilogram," ujarnya di Jakarta, Jumat, 22 Mei 2015.
Baca Juga:
Kejanggalan kedua, kata dia, mesin produksi untuk membuat plastik menyerupai beras adalah mesin canggih yang tak mungkin dimiliki oleh usaha kecil menengah.
Kejanggalan itu diamini oleh pakar Ekonomi Pertanian, Bustanul Arifin. "Mungkin ini ulah orang iseng," ujar Bustanul. Musababnya, masih terlalu jauh untuk mengatakan fenomena tersebut sebagai bioterorisme, melihat belum jelasnya penyebaran dan korban beras plastik tersebut.
Namum, menurutnya, fenomena ini cukup mencoreng citra bangsa terhadap isu keamanan pangan. Minimnya pengawasan kualitas, ujar dia, membuktikan kinerja pemerintah kurang optimal dalam menyalurkan pangan.
"Ini sembrono," kata dia. Bustanul mengatakan pemerintah tak lagi bisa hanya mengandalkan BP POM sebagai pengawas yang hanya sekedar mengawasi pedagang yang sudah terverifikasi dan tak menyeluruh.
Revitalisasi pasar, dia menekankan, tak hanya melulu berdasarkan kuantitas saja, melainkan bersama kualitas secara berbarengan. Kualitas, maksud dia, memperkuat skema pengadaan barang dagangan saja.
ANDI RUSLI