TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan jasa minyak dan gas bumi, Shlumberger, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja 11 ribu karyawannya pada bulan ini. Langkah ini menyusul PHK 9.000 tenaga kerja oleh perusahaan pada tiga bulan yang lalu.
"Keputusan ini memang sulit. Kami mengantisipasi melonjaknya beban perusahaan karena harga minyak yang memburuk," ujar CEO Shlumberger Paal Kibsgaard, sebagaimana dilansir Telegraph pada Rabu, 16 April 2015.
Pemecatan massal ini menjadi yang terbesar sejak boom oil melanda dunia pada akhir dekade 1970-an. Diketahui Shlumberger sampai saat ini mempekerjakan 82 ribu orang pada 80 cabang perusahaan di seluruh dunia.
Perseroan mencatat triwulan awal kali ini keuntungan perusahaan jatuh hingga 39 persen atau hanya sebanyak US$ 975 juta. Perolehan ini tercatat sebagai titik terendah sejak empat tahun lalu.
Anjloknya pendapatan disebabkan eksplorasi minyak di blok Laut Utara (North Sea) Amerika Utara yang juga anjlok sejak tiga bulan belakangan.
Nasib Shlumberger tidak jauh berbeda dengan perusahaan jasa migas lain di Amerika Serikat. Saat harga minyak yang jatuh hingga 50 persen sejak akhir tahun lalu, sebagian perusahaan menunda sekitar 15 persen dari rencana eksplorasi.
Lantaran buruknya investasi migas pada triwulan I 2015, lebih dari seratus jenis profesi yang berkaitan dengan migas dihantui ancaman PHK. Keadaan ini, kata Paal, dapat memperburuk situasi ekonomi Amerika Serikat ataupun negara lain seperti Inggris, yang turut masuk dalam sepuluh besar perusahaan jasa migas global.
ROBBY IRFANY | TELEGRAPH