TEMPO.CO, Bandung - Kepala Perwakilan BPK RI Jawa Barat Cornell Syarief Prawiradiningrat mengatakan, tahun ini lembaganya akan fokus pada audit kinerja pemeriksaan laporan keuangan pemerintah. "Kemarin masih belum banyak audit kinerja, kami fokus dulu pada penyempurnaan audit keuangan," kata dia selepas menerima laporan keuangan pemerintah Jawa Barat tahun 2014 di Bandung, Senin, 30 Maret 2015.
Cornel mengatakna, BPK sengaja tahun ini mengarahkan pemeriksaannya pada audit kinerja untuk memastikan penggunaan anggaran pemerintah pusat dan daerah digunakan sebesarnya untuk kesejahteraan rakyat. "BPK mengarahkan perhatian pemeriksaanya pada keyakinan bahwa APBN dan APBD digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, itu bisa diwujudkan dengan pemeriksaan kinerja," kata dia.
Menurut Cornel, pemeriksaan kinerja itu tujuannya untuk melakukan perbaikan manajemen pengelolaan pemerintahan. "Kalau suatu program kurang begitu berhasil, kami akan memeriksa, mencari penyebabnya dimana? Bisa di sistem peraturannya, di organisasi, atau SOP, SDM yang tidak kompeten atau kurang, untuk mencari solusi. Kalau itu diperbaiki, tata kelolanya menjadi lebih baik."
Cornel mengatakan, tahun lalu fokus pemeriksaan lembaganya pada tata kelola keuangan pemerintah untuk mendorong percepatan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). "Bukan soal administrasi, tapi untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pertanggungjawabannya harus benar," kata dia. "Walaupun belum berahasil WTP, pengelolaan keuangan sudah semakin transparan dan akuntabel, penggunaan anggaran sudah mulai tertib, nggak sembarangan."
Kendati sudah mendapat opini WTP, Cornel mengingatkan, belum tentu daerah tersebut bebas dari permasalahan korupsi. Dia mencontohkan, sejumlah kementerian yang telah mendapat predikat hasil pemeriksaan WTP ternyata ditemukan sejumlah kasus korupsi. "Pemeriksaan BPK bertujuan memberikan opini tentang kewajaran laporan pemeriksaan keuangan, tapi tidak secara khusus membuka fraud (penyimpangan)," kata dia. "Tapi apabila ditemukan penyimpangan dalam batas tertentu akan mempengaruhi opni secara keseluruhan."
Laporan pemeriksaan BPK di Jawa Barat baru mendapati 6 entitas yang mendapat opini WTP, yakni pemerintah provinsi, Depok, Banjar, Ciamis, Cimahi, serta Majalengka. "Paling banyak masalah aset. Misalnya dari 28 entitas pemeirntah daerah di Jawa Barat, ada 21 kabupaten/kota yang masih bermaslaah di aset, ada juga soal piutang," kata dia. "Misalnya aset tidak bisa ditelusuri ada dimana, padahal daftarnya ada, tapi gak ketemu, ada masalah adminsitrasi perbedaan data, ada juga belum dilaporkan asetnya padahal barangnya ada."
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengatakan, pemerintah povinsi manargetkan kembali mempertahankan hasil opini WTP dari BPK yang telah tiga tahun berturut-turut diperoleh. Dia setuju, predikat opini terbaik itu juga harus menjadi indikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Bukan sekadar laporan tertib administrasi saja," kata dia di Bandung, Senin, 30 Maret 2015.
Deddy mengakui, mayoritas daerah di Jawa Barat masih harus melakukan perbaikan dalam sistem administrasi pelaporan keuangannya. "Sekarang bagaimana menemukan jalan yang benar dulu, tertib administrasinya. Sehingga nanti opini WTP, signifikan tidak dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Tanggal 31 Maret 2015 merupakan batas terakhir bagi pemerintah daerah menyerahkan laporan Keuangan pada BPK. Hingga saat ini di Jawa Barat baru lima entitas, termasuk salah satunya pemerintah provinsi Jawa Barat yang menyerahkan laporan keuangannya pada BPK. Cornel mengingatkan, ada konsekuensi pada penilaian opini pemerintah daerah yang telat menyerahkan laporan keuangannya. "Tahun lalu ada dua yang terlambat, dan tidak sampai sebulan, hanya seminggu."
AHMAD FIKRI