TEMPO.CO, Jakarta -Koalisi Bersihkan Indonesia meluncurkan platform kampanye #BersihkanBankMu untuk mengajak publik dan nasabah bank nasional mendukung penghentian pendanaan ke bisnis batu bara.
"Kami berharap bahwa institusi perbankan nasional dapat menghentikan pendanaan ke bisnis batu bara dan mengalihkannya pada proyek energi yang lebih bersih," dinukil dari Siaran Media Koalisi Bersihkan Indonesia, dikutip Jumat, 21 Januari 2022.
Melalui platform ini, publik dapat menyuarakan opininya dengan cara menandatangani petisi yang akan dikirimkan ke bank pilihan via change.org dan juga mengirimkan tweet dukungan via twitter.
Selain itu, publik juga dapat mempelajari informasi terkait pendanaan ke bisnis batu bara dari keempat bank di atas di halaman khusus per bank.
Studi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengungkap sebanyak seratus lembaga finansial telah memiliki kebijakan untuk keluar dari pendanaan sektor energi kotor batu bara. Sementara, laporan Urgewald (2020) menyebut terdapat enam bank nasional Indonesia yang memiliki portofolio pembiayaan ke perusahaan batu bara baik hulu maupun hilir.
Andri Prasetiyo, peneliti dan Manajer Program Trend Asia, menilai respons bank domestik kontradiktif dengan tren global dalam menerapkan model pembiayaan berkelanjutan. “Bank nasional bukannya melihat keluarnya jasa keuangan internasional dari bisnis batu bara sebagai suatu pertanda akan kelamnya masa depan industri ini, tetapi malah melihat ruang pendanaan yang tercipta sebagai peluang,” ujarnya.
Andri menekankan bahwa komitmen lembaga perbankan untuk keluar dari bisnis batu bara, harus dilakukan dari hulu ke hilir. Artinya, bank tidak hanya berhenti mendanai PLTU batu bara, tetapi juga berhenti mendanai perusahaan tambang batu bara dan produksi produk turunan batu bara seperti DME dan gasifikasi yang ini sedang digenjot pemerintah.
“Bank perlu berhenti mendanai entitas mana pun yang masih memiliki batu bara dalam portofolionya, jadi bukan hanya perusahaan batu bara,” ujarnya.
Indonesia Team Leader 350 Indonesia, Sisilia Nurmala Dewi menuturkan potensi kerugian negara dari krisis iklim tidak sedikit. Saat ini, setiap tahunnya, kerugian akibat krisis iklim yang harus ditanggung APBN adalah 110 triliun rupiah dan angka itu akan baik menjadi 115 triliun rupiah per tahun pada tahun 2024, menurut Bappenas.
“Transisi energi penting untuk atasi krisis iklim dan investasi yang dibutuhkan tidak sedikit. Namun, kenapa sebagian besar stimulus fiskal diberikan kepada pihak-pihak yang bakar energi fosil yang malah akan memukul mundur upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi.” ujarnya.
Baca Juga: ESDM Izinkan 96 Kapal untuk Kirim Batu Bara ke Luar Negeri
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.