Warga berebut membeli pakaian bekas yang dijual murah di Pasar Murah Ramadan di Balai Kartini, Malang, 16 Juli 2014. TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penindakan dan Penyidikan Beas Cukai Hari Mulya menyatakan Indonesia menjadi mangsa pasar besar komoditas pakaian bekas. Pakaian tersebut biasanya diselundupkan dari Malaysia melalui Selat Malaka.
"Sudah banyak yang kami tangkap. Sekarang bisa lihat jumlahnya sudah berkurang," kata Hari pada sosialisasi peningkatan pemahaman ketentuan perlindungan konsumen, pengawasan barang dan penegakan hukum sebagai upaya pelaksanaan perlindungan konsumen dan pemberantasan penyelundupan di ITC Depok, Jumat 27 November 2015.
Ia mengatakan sekali penyelundupan, pakaian bekas bisa sampai ke Indonesia dengan berat mencapai 100 ton. Biasanya, pakaian bekas dibawa dengan Kapal GT 100 atau pun GT 62. Setiap satu ball pakaian bekas biasanya dibandrol Rp 3 juta. "Bayangkan setiap pengangkutan minimal 300 ball. Berarti sudah Rp 900 juta diselundupkan," ucapnya.
Indonesia, kata dia, tidak seperti di Malaysia yang membebaskan pakaian bekas beredar di negara tetangga tersebut. Indonesia membendung penyelundupan barang bekas, agar industri pakaian di Indonesia bisa berkembang.
"Pakaian bekas banyak juga dengan merk impor, dan banyak juga dicari. Untuk menyelamatkan industri dalam negeri penyelundupannya harus dicegah," ucapnya.
Bahkan, di Sumatra, Bea Cukai sudah memiliki tujuh titik kantor yang berbatasan dengan negara tetangga. Semua kantor bea cukai di Sumatra sudah menangkap penyelundupan pakaian bekas. "Biasanya mereka mencari aliran sungai yang mengalir ke laut untuk menyelundupkannya," ucapnya.