TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pertambangan Marwan Batubara mendesak Presiden Joko Widodo berhenti bersandiwara terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. "Kita belum mendapatkan sikap yang solid dari pemerintah. Tapi kalau kita telusuri, sikap Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) itu menunjukkan persetujuan dari presiden," kata Marwan di Jakarta, Minggu, 25 Oktober 2015.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) ini, sebelum Menteri Energi Sudirman menyatakan persetujuannya untuk memperpanjang kontrak Freeport, ia pasti telah berkonsultasi kepada Presiden. Otomatis, kata Marwan, presiden terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Marwan menilai sikap presiden tersebut tidak kesatria. "Kalau bicara politik, memang ada yang jadi keset dan ada yang jadi korban."
Jika memang kontrak Freeport jadi diperpanjang oleh pemerintah, Marwan meminta agar saham perusahaan tambang emas asal Amerika Serikat itu dijual kepada badan usaha milik negara yang baru dibentuk dan penjualan saham tidak melalui pasar modal. Selain itu, saham yang harus dikuasai Indonesia minimal 51 persen.
Hingga kini Presiden Joko Widodo mengklaim ia tetap mematuhi undang-undang yang menegaskan bahwa pengajuan perpanjangan kontrak hanya dapat dilakukan dua tahun sebelum habis atau pada 2019. Teten Masduki, Kepala Staf Presiden, mengatakan pertemuan Presiden Jokowi dengan pimpinan Freeport McMoran James R. Moffet hanya membahas lima poin renegosiasi yang belum selesai.
Lima poin tersebut adalah royalti, divestasi, peningkatan kandungan lokal, dan hilirisasi industri, serta pembangunan di Papua. Teten menuturkan, Presiden dan jajaran pemerintahan saat ini tetap harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu juga yang memastikan belum ada perpanjangan kontrak karya milik PT Freeport Indonesia yang berakhir 30 Desember 2021.