Deindustrialisasi Kian Nyata, Para Sarjana Gelontorkan Saran  

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Jumat, 9 Oktober 2015 15:50 WIB

Aktifitas pengiriman mobil melalui laut di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, 15 September 2015. Mengacu data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) per Agustus 2015, penjualan mobil nasional secara keseluruhan pada periode Januari-Agustus 2015 mencapai 671.641 unit. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) merekomendasikan pemerintah untuk segera mengatasi gejala deindustrialisasi yang kian jelas. Peningkatan sektor jasa dan perdagangan tanpa landasan industri primer yang kokoh diyakini berisiko bagi pertumbuhan.

Ketua ISEI terpilih Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan poin itu adalah rumusan utama dalam Seminar Nasional dan Kongres ISEI XIX.

“Hasil seminar ini akan kita lanjutkan dan tajamkan lalu kita sampaikan ke Pak Darmin (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian),” katanya dalam sambutan penutupan rangkaian acara tersebut, Jumat, 9 Oktober 2015.

Kegagalan menghindari deindustrialisasi juga dipandang akan membuat Indonesia terjebak pada middle income trap dan menahan Indonesia "naik kelas" ke level negara berpendapatan lebih tinggi.

Muliaman, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, menuturkan kecenderungan usaha yang berkembang belakangan ini lebih menitikberatkan pada profit instan dengan menjual barang jadi, terutama barang impor, dan menggerus sektor primer yang berbasis produksi.

Hal itu terefleksi pada struktur produk domestik bruto (PDB). Kendati secara proporsi industri pengolahan masih lebih besar dibandingkan dengan sektor perdagangan besar dan eceran, perlambatan pertumbuhan industri jauh lebih kencang dibandingkan dengan perdagangan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada awal 2000-an porsi industri pengolahan terhadap PDB mencapai kisaran 30%, sedangkan perdagangan tercatat pada level 16 persen. Kemudian keduanya bergerak turun.

Namun sektor perdagangan cenderung stagnan pada rentang 13-14 persen, sedangkan industri terus melandai hingga menyentuh 21 persen.

Terakhir, per kuartal II/2015 BPS mencatat industri perdagangan hanya berkontribusi sebesar 20,91 persen, sedangkan sektor perdagangan menyumbang sekitar 13,26 persen.

ISEI memandang salah satu masalah terbesar dalam industri dalam negeri adalah ketiadaan industri bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri. Hal ini mengindikasikan lemahnya industri, baik dari sisi hulu maupun hilir.

Faktor itu pula yang membuat industri nasional tak bisa memanfaatkan momentum depresiasi rupiah sebagai stimulus ekspor secara maksimal. Pasalnya, melambungnya nilai dolar turut mengerek ongkos produksi industri.

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan satu-satunya cara untuk membangun industri bahan baku dan bahan penolong substitusi impor adalah dengan memberikan insentif fiskal pada investor. Terlebih, mengingat sektor ini membutuhkan penanaman modal yang sangat besar. “Enggak ada cara lain. Padahal, di sisi lain kita juga perlu penerimaan pajak yang besar,” ucap Darmin, yang menjabat sebagai Ketua ISEI pada periode sebelumnya.




BISNIS

Berita terkait

Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Tembus 10,91 Persen di Triwulan II 2021, Artinya?

27 September 2021

Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Tembus 10,91 Persen di Triwulan II 2021, Artinya?

Pertumbuhan ekonomi di Jakarta ini disebut lebih tinggi dibandingkan nasional.

Baca Selengkapnya

Ada Demo 22 Mei, Kemenperin: Industri Tak Terdampak

23 Mei 2019

Ada Demo 22 Mei, Kemenperin: Industri Tak Terdampak

Demo 22 Mei yang berujung rusuh kemarin diyakini tak menimbulkan dampak yang berarti pada industri nasional.

Baca Selengkapnya

Industri Minuman Bakal Tumbuh Positif di Akhir Tahun

23 Juli 2018

Industri Minuman Bakal Tumbuh Positif di Akhir Tahun

Kalangan pengusaha industri minuman yakin bakal mencatatkan kinerja positif pada akhir tahun.

Baca Selengkapnya

Dorong Industri 4.0, Menperin: Pendidikan Jadi Kunci Utama

29 Desember 2017

Dorong Industri 4.0, Menperin: Pendidikan Jadi Kunci Utama

Kunci utama dalam mendorong industri agar bisa menghadapi era ekonomi digital termasuk industri 4.0 adalah pendidikan.

Baca Selengkapnya

Proyeksi 2018: Industri Unggulan Ini Jadi Tumpuan Pertumbuhan

27 Desember 2017

Proyeksi 2018: Industri Unggulan Ini Jadi Tumpuan Pertumbuhan

Kemampuannya menyerap banyak tenaga kerja membuat sektor industri dipercaya masih akan jadi salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi di tahun 2018.

Baca Selengkapnya

Proyeksi 2018: Bersiap Melompat Lebih Tinggi dengan Industri 4.0

27 Desember 2017

Proyeksi 2018: Bersiap Melompat Lebih Tinggi dengan Industri 4.0

Meski banyak yang pesimistis, tapi tak jarang pihak yang yakin ekonomi bakal tumbuh di 2018 dengan ditopang sejumlah sektor industri sebagai motornya.

Baca Selengkapnya

Bank Dunia Sebut Perekonomian RI Positif, Apa Saja Indikatornya?

14 Desember 2017

Bank Dunia Sebut Perekonomian RI Positif, Apa Saja Indikatornya?

Tren perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga 2017 dinilai positif oleh Bank Dunia.

Baca Selengkapnya

Pertumbuhan Industri 2018 Ditargetkan Tembus 5,67 Persen

11 Desember 2017

Pertumbuhan Industri 2018 Ditargetkan Tembus 5,67 Persen

Kementerian Perindustrian akan mendorong sektor-sektor andalan agar target pertumbuhan industri 2018 bisa tercapai.

Baca Selengkapnya

Menperin Sebut 6 Sektor Pendongkrak Pertumbuhan Industri 2018

11 Desember 2017

Menperin Sebut 6 Sektor Pendongkrak Pertumbuhan Industri 2018

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan kontribusi pertumbuhan industri 2017 mendekati 20 persen terhadap produk domestik bruto.

Baca Selengkapnya

Pertumbuhan Industri Meroket, Menperin: Ada Optimisme

7 November 2017

Pertumbuhan Industri Meroket, Menperin: Ada Optimisme

Industri pengolahan menyumbang paling banyak dalam PDB triwulan III 2017, karena pelaku optimistis.

Baca Selengkapnya