BPS Gelar Sensus Ekonomi 2016, Begini Targetnya
Editor
Setiawan Adiwijaya
Senin, 14 September 2015 15:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik berencana mengadakan sensus ekonomi nasional pada 2016 untuk mendata perkembangan sektor usaha non-pertanian. "Ini akan menjadi sensus keempat kami," kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Senin, 14 September 2015.
Suryamin menyebutkan ada 14 variabel yang ingin disensus BPS yang mencakup 19 sektor usaha. Beberapa di antaranya mengenai nama dan alamat perusahaan, kegiatan, status badan usaha, upah, jumlah tenaga kerja, dan investasi. "Salah satu sensus yang kompleks. Respondennya pun sulit didekati."
Ia berharap para responden bisa bekerja sama dengan para petugas mitra BPS yang berjumlah 400 ribu di lapangan. Akurasi data amat diperlukan bagi BPS. Tantangan yang bakal dihadapi petugas ialah mengenai kebenaran data. "Kami ingin data diisi dengan benar dan responden juga bisa menerima petugas."
Terakhir kali sensus ekonomi dilakukan pada 2006. Dari hasil itu, tercatat ada 22.656.714 jumlah usaha di 13 sektor usaha non-pertanian. Sedangkan tenaga kerja yang terlibat mencapai 51.490.446 orang. Sensus sebelumnya digelar pada 1986 dan 1996. BPS memperkirakan sensus 2016 akan mencakup 28 juta usaha.
Total dana yang disiapkan BPS untuk mendukung sensus ekonomi 2016 sebesar Rp 3,4 triliun. "Semoga tidak dikurangi anggarannya," kata Suryamin. Pada tahun ini, BPS sudah memasuki tahap persiapan. Sensus dijadwalkan berjalan selama sebulan pada 2016 dan data bisa dirilis pada 2017.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Srie Agustina menyatakan amat memerlukan hasil sensus ekonomi dari BPS. Kementerian mempunyai data para pelaku dan jenis usaha yang bergerak di sektor perdagangan. Namun data tersebut hanya indikatif. "Kalau yang berdasarkan nama dan alamat belum ada, terutama untuk usaha mikro dan menengah," ucapnya.
Hasil sensus, menurut Srie, nantinya dapat dioptimalkan untuk pengamanan dan penguatan pasar dalam negeri. Dengan adanya data yang akurat, Kementerian ingin mendorong transaksi di dalam dan penggunaan produk dalam negeri. Maka harus diketahui berapa besar transaksi di sektor lapangan usaha.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menilai akurasi data bisa diperoleh bila proses sosialisasi dan edukasi berjalan optimal. Roy memahami tidak mudah bagi BPS mendapatkan data yang diinginkan kepada para pengusaha. Biasanya, yang ada dibenak pengusaha ihwal pendataan oleh pemerintah kerap dikaitkan dengan pajak. "Kami coba bantu kerja BPS," katanya.
Ihwal data hasil sensus, Roy menyatakan, Aprindo bisa memanfaatkannya untuk melakukan ekspansi bagi pengusaha retail. Dengan adanya data yang akurat, investor tertarik untuk menanamkan modalnya.
ADITYA BUDIMAN