Pengunjung melihat maket perumahan dalam pameran Real Estate Indonesia di Jakarta, 5 Mei 2015. Penjualan properti tahun ini diprediksi menurun 50 persen dibanding tahun sebelumnya. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Semarang - Perkembangan harga jual rumah kelas menengah di Kota Semarang tumbuh hingga 2,78 persen. Analisis Bank Indonesia kantor perwakilan Jawa Tengah menunjukkan pergerakan harga pasar rumah menengah terindikasi lebih tinggi dibanding pergerakan harga rumah kelas menengah atas.
“Sedangkan transaksi rumah sekunder atau rumah mewah secara keseluruhan bervariasi, sebagian daerah mengalami stagnasi, daerah lainnya mengalami penurunan dan kenaikan,” kata Direktur Eksekutif Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Iskandar Simorangkir, dalam siaran persnya, Senin, 24 Agustus 2015.
Bank Indonesia mencatat, perkembangan pembelian rumah menengah secara umum pada kuartal II pada Mei-Juli 2015 terlihat tumbuh. Sedangkan harga tanah meningkat sebesar 3,23 persen dari tahun ke tahun. “Dengan kenaikan harga rumah tertinggi berada di wilayah Semarang tengah 3,49 persen, diikuti Semarang selatan 3,28 persen,” katanya.
Rata-rata harga rumah pada kuartal II 2015 mencapai Rp 900 juta. Sedangkan harga rumah di wilayah Semarang barat dan Semarang selatan mendekati Rp 1 miliar. Kenaikan harga tanah tertinggi berada di wilayah Semarang selatan, diikuti Semarang tengah, masing-masing sebesar 3,98 persen dan 3,69 persen. “Kenaikan harga tanah di wilayah Semarang disebabkan oleh peningkatan aktivitas komersial, khususnya di wilayah Semarang selatan,” katanya.
Kondisi perkembangan rumah menengah atas secara umum pada kuartal II 2015 juga tumbuh. Berdasarkan sampel, rumah menengah atas memiliki luas rata-rata tanah 314 meter persegi dengan luas rata-rata bangunan 250 meter persegi. Sedangkan setiap rumah rata-rata memiliki ketinggian dua lantai.
Wakil Ketua Bidang Organisasi Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah Djoko Santoso mengatakan aturan wajib lapor pembelian rumah di atas harga Rp 500 juta menghambat pembelian rumah tipe besar. Ketentuan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu juga dinilai merepotkan pengembang untuk menjual rumahnya. “Akhirnya banyak pembeli di Jawa Tengah yang tak tertarik rumah besar-besar,” ujarnya.
Djoko menyatakan penjualan rumah dengan harga di atas Rp 500 juta yang harus dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu membuat calon pembeli khawatir dicurigai, meski pembelian rumah dilakukan secara kredit.