Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menampik kabar bahwa alat cetak beras plastik berada di Jakarta. Menurut dia, pencetak beras plastik berteknologi tinggi. "Enggak mungkin seperti itu karena enggak segampang itu," katanya di Kantor Presiden, Senin, 25 Mei 2015.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Serang Akhmad Benbela mengatakan beras sintetis atau berbahan plastik yang saat ini membuat resah masyarakat diduga buatan Cina. Menurut dia, pencetak beras plastik itu sudah ada di Jakarta.
Gobel berencana mengecek informasi tersebut dan berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan Kota Serang. Dia mengatakan mungkin mesin pencetak beras plastik hanya alat biasa, dan bukan alat yang khusus memproduksi beras plastik. "Mungkin itu cuma alat cetak-cetak biasa kali. Belum tentulah," katanya.
Dia mengatakan, secara logika, harga beras berbahan sintetis mahal karena ada campuran bahan plastik, sehingga tidak mungkin nilai jual beras itu murah. Gobel mempertanyakan orang yang menjual beras plastik dengan harga murah. "Kecuali penjual tersebut ingin berbuat masalah, yakni mengganggu pasar Indonesia," ucapnya.
Gobel mengatakan tidak menutup kemungkinan pengedar beras plastik memiliki motif selain kepentingan ekonomi. Menurut dia, Kementerian Perdagangan masih mempelajari kasus ini untuk mengetahui motif produsen dan pengedar beras plastik.
Untuk menyelidiki asal-muasal beras plastik, Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN). BIN telah mengembangkan langkah investigasi untuk membantu Kementerian Perdagangan menemukan titik terang kasus beras sintetis ini.
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
19 hari lalu
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
Kementerian Perdagangan menyebut sektor penjualan online paling banyak dilaporkan keluhan konsumen lantaran banyak penipuan. Selain itu, Kemendag telah menutup setidaknya 223 akun yang diindikasi sebagai penipu.