Demam Batu Akik, Perajin Emban Cincin Ketiban Berkah
Editor
Kukuh S Wibowo Surabaya
Rabu, 18 Maret 2015 14:09 WIB
TEMPO.CO, Bangkalan - Demam batu akik dalam setahun terakhir membuat kehidupan warga di Dusun Batu Ampar, Desa Trageh, Kecamatan Trageh, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, turut menggeliat. Maklum, selain bertani, mayoritas warga di dusun itu bermata pencaharian sebagai pembuat emban cincin batu akik.
Muhlis, 30 tahun, salah satu perajin emban batu akik di Trageh menuturkan booming batu akik membuat pesanan emban cincin meningkat tajam. Biasanya, dalam sebulan Muhlis hanya menerima lima pesanan, namun saat ini orderannya penuh hingga dua bulan ke depan. Peningkatan ini dirasakan Muhlis sejak pertengahan 2014.
"Pendapatan bersih sebulan sekitar Rp 3 jutaan," kata Muhlis, Rabu, 18 Maret 2015. Kebanyakan pemesan, kata dia, berasal Bangkalan, Surabaya, dan Kabupaten Sampang.
Menumpuknya pesanan, kata Muhlis, karena satu orang bisa memesan satu hingga tiga emban sekaligus. Padahal pembuatan emban dilakukan seorang diri dengan peralatan manual. "Satu hari hanya bisa menyelesaikan satu emban. Kalau motifnya rumit dua hari baru selesai satu emban," ujar dia.
Untuk jadi sebuah emban, kata Muhlis, dibutuhkan paling sedikitnya 10-20 gram perak. Harga perak per gram Rp 10 ribu. Mula-mula yang dibuat adalah bagian atas emban untuk meletakkan batu akik. Setelah selesai, tahapan berikut adalah membuat ring emban agar bisa masuk ke jari.
Setelah emban berbentuk barulah motif dibuat sesuai dengan pesanan pembeli. Tingkat kesulitan motif emban ikut menentukan harga. "Paling murah Rp 200 ribu, paling mahal Rp 350 ribu. Kalau ditambah sepuhan crum warna emas harganya bisa sampai Rp 500 ribu," katanya lagi.
Perajin di Trageh dikenal spesialis membuat emban cincin berbahan dasar perak. Ciri khas emban akik buatan Trageh yaitu hampir semua sisi mahkota emban dipenuhi berlian. "Bedanya dengan emban buatan daerah lain adalah tingkat kehalusannya," kata Teguh, salah satu pelanggan emban akik buatan Muhlis.
Kehalusan itu, kata Teguh, terasa saat emban dipakai. Rasanya nyaman dan dalam waktu yang lama tidak membuat iritasi kulit jari. Kilau emban akik Trageh juga tidak mudah pudar dan gampang perawatannya. "Kalau sudah agak pudar, tinggal gosok ke kain kasar, emban langsung mengkilat lagi," katanya.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangkalan menyebutkan jumlah perajin emban batu akik di Trageh sebanyak 60 kelompok, masing-masing kelompok berjumlah sekitar 50 orang. "Tapi sebagian besar merantau dan menjadi perajin di perantauan," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bangkalan Puguh Santoso.
Di sentra pembuatan emban akik di Jalan Kayun, Surabaya, lanjut Puguh, sebagian besar perajinnya merupakan warga Trageh. Namun hasil garapan antara warga Trageh yang perantauan dan yang bukan perantauan terletak pada tingkat kehalusannya. "Yang di Surabaya itu dikejar target, kalau yang di Trageh memang menjaga kualitas," kata dia.
Puguh mengakui pemasaran emban akik Trageh kebanyakan masih di Jawa Timur. Untuk meningkatkan pangsa pasar, pihaknya berencana bekerja sama dengan daerah-daerah penghasil batu akik seperti Pacitan. "Memang harus ada kerja sama, agar lebih cepat dipromosikan," katanya.
MUSTHOFA BISRI