Seorang karyawan penukaran uang asing menghitung dollar di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, (27/11). Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan tetapi rupiah masih saja melemah Rp.12.195 per dolar AS. TEMPO/Dimas Aryo
TEMPO.CO, Jakarta - Sentimen global yang variatif dan hasrat pelaku pasar yang ingin tetap mengoleksi dolar kembali menekan kurs rupiah.
Di transaksi pasar uang hingga pukul 12.00 WIB, rupiah kembali melemah 14 poin (0,11 persen) ke level 12.870 per dolar AS. Rupiah melemah bersama-sama dengan mata uang regional Asia lainnya.
Analis kuantitatif dari PT Bank Mandiri Tbk, Reny Eka Putri, mengatakan penguatan rupiah pada perdagangan kemarin lebih dipicu oleh pelemahan indeks dolar terhadap mata uang dunia. "Pernyataan gubernur bank sentral Amerika Serikat (The Fed) Janet Yellen yang tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga membuat dolar sedikit tertekan."
Namun demikian, ternyata sentimen positif dari pernyataan Yellen hanya bersifat sementara. Sebab, investor global masih menunggu kabar terbaru dari reformasi anggaran yang dilakukan pemerintah Yunani setelah disetujuinya dana talangan. "Situasi pasar yang belum kondusif membuat investor belum rela melepas pundi-pundi dolarnya," kata dia.
Selain itu, menjelang akhir bulan kebutuhan dolar korporasi akan melonjak dan berpeluang melemahkan kurs rupiah. Pemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia turut memberi sedikit tekanan terhadap rupiah. Tetapi pemangkasan sebesar 25 basis point tersebut tidak perlu dikhawatirkan karena masih sesuai dengan target inflasi di kisaran 4,5-6,5 persen.
Reny memperkirakan, suku bunga masih ada potensi dipangkas lagi sebanyak 25 basis point seiring penundaan kenaikan bunga The Fed, musim panen bulan Maret-April, dan keinginan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan. Tapi BI tetap akan memantau dampaknya terhadap stabilitas rupiah.
"Untuk hari ini, rupiah diperkirakan bergerak melemah di kisaran 12.845-12.980 per dolar AS," tutupnya.