Refleksi karyawan melintas di layar elektronik Indeks Harga Saham Gabungan, Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 16 Januari 2015. ANTARA/Puspa Perwitasari
TEMPO.CO , Jakarta- Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia bergerak negatif sepanjang perdagangan kemarin, Kamis, 5 Februari 2015. IHSG ditutup melemah 35,39 poin (0,67 persen) pada level 5.279,9 setelah sempat menyentuh level terendah 5.254,04.
Kepala Riset Panin Sekuritas, Purwoko Sartono menuturkan investor memanfaatkan sentimen negatif dari Yunani untuk melakukan aksi ambil untung. Investor yang menilai laju harga sebagian saham sudah naik terlalu signifikan, merealisasikan potensi keuntungan yang telah dipegang. “Sentimen Yunani dijadikan alasan untuk profit taking,” ucapnya.
Bank sentral Eropa (The European Central Bank/ ECB) memutus pasokan likuiditas Yunani dengan melarang penggunaan obligasi pemerintah Yunani sebagai jaminan pinjaman. Hal itu dilakukan untuk mencegah dampak negatif krisis Yunani bagi upaya pemulihan perekonomian Eropa.
Purwoko pun memperkirakan sentimen tersebut masih akan menekan laju indeks di perdagangan hari ini, Jumat, 6 Februari 2015. Pasalnya, sebelum ada perkembangan positif dari pertemuan Menteri Keuangan Yunani, Yanis Varoufakis dengan Gubernur ECB, Mario Draghi, investor akan terus mencemaskan nasib stimulus dan keberlanjutan perbaikan ekonomi Benua Biru.
Namun, disetujuinya kebijakan pemerintah yang meningkatkan jumlah subsidi biodiesel dan bioetanol kepada produsen minyak sawit mentah masih membuat saham-saham perkebunan menjadi layak untuk diperhatikan. Pasalnya, dengan subsidi yang masing-masing naik menjadi Rp 4.000 per liter dan Rp 3.000 per liter tersebut, kinerja emiten perkebunan diprediksi melesat signifikan.
IHSG pun diyakini masih akan bergerak terbatas dalam kisaran level 5.245 – 5.300. Selain saham perkebunan, investor disarankan untuk menimbang saham-saham lapis kedua seperti Pakuwon Jati (PWON), Kawasan Industri Jababeka (KIJA), dan Nipress (NIPS). “Saat laju saham lapis utama sudah terlampau tinggi, saham second liner lebih berpeluang memberikan keuntungan,” tutur Purwoko.