TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah saat ini berniat mengutamakan penggunaan gas untuk kebutuhan dalam negeri. Hal ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dalam rapat kerja gabungan Komisi IV, VI, VII, dan XI DPR RI. Kami akan lebih mengutamakan penggunaan gas dalam negeri baik untuk cadangan gas besar maupun cadangan gas kecil, kata Purnomo dalam rapat yang dihadiri Menteri Perindustrian Andung Nitimihardja, Menteri Perekonomian Aburizal Bakrie, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Menurut Purnomo, cadangan gas produksi sekitar 195 triliun cubic feet, sedangkan gas yang tidak ada komitmen kontrak sekitar 9 triliun cubic feet. Sehingga dari sisi suplai tidak ada permasalahan. Permasalahan muncul, berasal dari perbedaan antara daerah-daerah penghadil gas dan daerah industri yang membutuhkan gas. Untuk mengatasi hal ini kami membuat jembatan dari titik suplai ke produsen dengan membangun infrastruktur berupa pipanisasi, jelas Purnomo. Dalam jawaban tertulis rapat kerja gabungan ini, beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mencegah kekurangan pasokan gas dalam negeri dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi dan penawaran wilayah kerja baru. Di samping itu, pemerintah akan mengimplementasikan kewajiban DMO (Domestic Market Obligation) bagi produsen gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. DMO diajukan saat rencana pengembangan lapangan. Dalam hal ini, calon pembeli gas dalam negeri mendapa kesempatan pertama sebesar 25 persen dari produksi dengan mengajukan kebutuhan gasnya sebelum pengembangan lapangan gas disetujui pemerintah. Untuk perpanjangan kontrak LNG ekspor dapat dilakukan setelah kebutuhan domestik dipenuhi. muhamad fasabeni
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
3 Oktober 2017
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.
Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.