TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali merosot. Berlanjutnya pelemahan dolar Amerika Serikat terhadap mata uang utama dunia tidak bisa dimanfaatkan oleh rupiah untuk berbalik menguat. (Berita lain: BI Terbitkan Aturan Utang Luar Negeri)
Hingga pukul 12.00 WIB, rupiah terdepresiasi 46 poin (0,38 persen) ke level 12.155 per dolar AS. Rupiah melemah bersama yen dan rupee yang masing-masing terdepresiasi 0,06 persen dan 0,10 persen. Ketiga mata uang ini melawan arus mata uang Asia lain yang justru menguat.
Dolar AS melemah setelah data perumahan AS dirilis lebih rendah dari perkiraan. Hal ini memicu pelemahan imbal hasil obligasi AS. Data tersebut juga menunjukkan pertumbuhan sektor jasa melambat ke level terendah dalam enam bulan.
Pelemahan dolar memicu gairah pelaku pasar untuk berburu aset-aset berisiko, termasuk pasar uang Asia.
"Data yang melambat memperkuat ekspektasi bahwa kenaikan suku bunga bank sentral Amerika (The Fed) masih jauh dari meyakinkan," ucap Evan Lucas, analis pasar dari IG, Inggris.
The Fed akan melakukan pertemuan lagi pada 28-29 Oktober. Topik kenaikan suku bunga masih menjadi sorotan pasar. "Tapi dengan inflasi AS yang lemah dan lambatnya perekonomian Eropa, pasar ingin melihat apakah pejabat The Fed begitu yakin bahwa pemulihan AS akan terus menguat," ujar Evan.
Ekonom PT Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan rupiah tidak terimbas sentimen positif dari pelemahan dolar. Sentimen internal dari kabinet baru dan aksi jual asing di pasar saham lebih dominan melemahkan rupiah. "Tekanan jual asing meningkatkan kebutuhan dolar AS."
Tidak seperti yen, di mana pemerintah Jepang memang berkepentingan menjaga mata uangnya untuk tetap melemah, nilai tukar rupiah dan rupee merosot paling tajam se-Asia karena dihantui defisit neraca berjalan yang tinggi. "India dan Indonesia termasuk negara yang rawan penarikan modal asing," ujar Lana.