Sebuah SPBU di penuhi oleh warga yang akan membeli dan memenuhi tangki kendraannya di Hayam Muruk, Jakarta Barat, (21/6). Jelang Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi warga rela mengantri untuk mengisi BBM. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo mengatakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi tidak bersifat permanen. Dalam waktu satu tahun, ujar dia, perekonomian justru akan seimbang. "Secara bertahap, efeknya akan hilang. Setelah setahun, akan hilang sama sekali," tuturnya di kantornya, Senin, 1 September 2014. (Baca juga: Tommy Soeharto: Jangan Sok Pintar Soal Subsidi BBM)
Menurut Sasmito, angkutan darat trayek dalam kota akan terkena dampak langsung kenaikan harga BBM. Namun, kata dia, dalam dua bulan berikutnya, pengguna angkutan ini akan menyesuaikan diri. Dengan demikian, efek kenaikan harga BBM tidak terlalu terasa di akhir tahun. (Baca juga: KenaikanHargaBBM Bakal Lambungkan Harga Pangan)
Secara terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menuturkan anggaran untuk subsidi BBM saat ini sudah sangat besar. Namun pemerintah kesulitan untuk menurunkan biaya subsidi ini karena telah menjadi kebutuhan utama masyarakat. "Cara paling mudah untuk mengatasi besarnya subsidi, ya, menaikkan harga BBM," ujar Jero di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. (Baca: Menteri Chatib Tak Rela Subsidi BBM Untuk Si Kaya)
Menurut Jero, dengan cara ini, subsidi BBM yang tadinya mengalir ke kelompok masyarakat kaya bisa dihentikan. Untuk itu, kata Jero, kenaikan harga BBM menjadi salah satu strategi yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengerem laju subsidi. Dia mengklaim pemerintahaan SBY sudah empat kali menaikkan harga BBM bersubsidi hingga mendekati nilai keekonomian. "Yang gagal cuma satu kali, yaitu pada tahun 2014, karena saya tidak berhasil melobi DPR," tuturnya.
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
13 hari lalu
BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen
Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.