Pengumuman di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bertuliskan "mohon maaf SPBU ini tidak menjual premium bersubsidi" di rest area kilometer 13,3 tol Tangerang-Merak, Banten, Sabtu 9 Agustus 2014. Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng mengaku kebijakan pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang berjalan beberapa hari memberikan dampak baik, di mana mampu meningkatkan konsumsi BBM non subsidi. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menyatakan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia tak termasuk murah. Bila dibandingkan dengan negara lain, harga BBM bersubsidi di Indonesia cenderung lebih mahal. (baca juga: Ahok: 2015, SPBU Jakarta Bebas BBMBersubsidi)
"Mungkin harga BBM di luar negeri terkesan mahal, tapi itu karena kualitasnya juga lebih baik," kata Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin dalam diskusi di kantornya, Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2014.
Ahmad mencontohkan harga BBM di Amerika Serikat untuk bensin dipatok US$ 3,9 per USG atau 98 sen per liter (setara Rp 10.750). Namun, kualitas BBM ini berada di kategori 4 untuk menggerakkan kendaraan dengan standar Euro 5. (baca juga : BPH Migas Klaim Pengendalian BBM Efektif)
Menurut dia, dengan kategori tersebut, kualitas BBM di Amerika tersebut sudah masuk dalam standar World Wide Fuels Charter (WWFC) kategori 1. Sedangkan bahan bakar di Indonesia, produk Pertamax dan Pertamax Plus serta Pertamax Dec masuk kategori 2 WWFC.
Selama ini penetapan harga BBM bersubsidi menggunakan acuan MOPS (Mean of Platts Singapore). Per Juni 2014, saat harga minyak mentah dunia US$ 108 per barel, harga bensin menurut MOPS menjadi Rp 8.754 per liter dengan kualitas RON 92 atau Pertamax. "Ini tidak fair jika digunakan sebagai penetapan harga Premium yang kualitasnya RON 88."
Pemerintah memperketat penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi. Caranya dengan melakukan pembatasan penjualan solar dan Premium. Langkah ini dilakukan agar kuota BBM bersubsidi yang disalurkan tak lebih dari angka yang ditargetkan pemerintah sebesar 46 juta kiloliter pada 2014.