Smelter Freeport Sebaiknya Dibangun di Papua
Sabtu, 26 Juli 2014 10:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jika Freeport kembali diizinkan mengekspor konsentrat, ada beberapa syarat mengikat secara hukum yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Hal ini untuk menjamin bahwa Freeport harus bersedia menjaga kepatuhannya pada hal-hal yang sudah disepakati dengan pemerintah. (Baca: Chatib Basri: Freeport Tetap Belum Bisa Ekspor)
"Pertama, mereka (Freeport) harus menaati undang-undang yang berlaku, karena UU yang mewajibkan perusahaan untuk membangun smelter, masih berlaku. Kedua, mereka harus menaati jadwal secara pasti, kapan smelter itu selesai dibangun dan mulai beroperasi," kata pengamat energi pertambangan, Kurtubi, saat dihubungi Jumat malam, 25 Juli 2014.
Menurut perhitungan Kurtubi, semestinya smelter Freeport dapat selesai dalam dua-tiga tahun mendatang asalkan mereka berkomitmen penuh membangunnya. "Dan yang sangat penting, lokasi smelter harus di Papua, agar Papua cepat maju perekonomiannya, terlebih infrastrukturnya," ujarnya.
Kurtubi kemudian menekankan pada poin ketiga, yakni smelter yang didirikan Freeport berada di Papua, meski UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 tidak menyebutkan bahwa lokasi smelter harus berada di lokasi tambang. Namun pemerintah, menurut Kurtubi, dapat mendorong hal itu demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia bagian timur. (Baca: Habis 2021, Kontrak Freeport Berubah Jadi IUPK)
Membangun smelter di daerah dekat penambangan, kata Kurtubi, secara ekonomi sangat feasible karena akan menghemat biaya angkut konsentrat, yang selama ini diangkut ke luar negeri dengan biaya besar. Keuntungan lain dengan pembangunan smelter di Papua adalah menumbuhkembangkan industri-industri hilir di Papua, seperti industri alat-alat listrik.
"Pembangunan smelter di Gresik itu tidak tepat, karena nanti yang diuntungkan hanya orang-orang di Pulau Jawa saja. Kesejahteraan masyarakat di Indonesia bagian timur harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Hal yang sama nantinya juga berlaku pada Newmont. Nanti mereka harus bangun smelter di Pulau Sumbawa, agar masyarakat di sini bisa lebih sejahtera," tutur Kurtubi yang belum lama terpilih sebagai anggota legislatif dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Sebelumnya, pada Jumat, 25 Juli 2014, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan PT Freeport Indonesia mengadakan rapat yang berlangsung delapan jam lebih. Hasilnya, kedua belah pihak meneken nota kesepahaman yang menyepakati beberapa poin, antara lain soal besaran bea keluar untuk ekspor konsentrat, kenaikan royalti tambang emas dan tembaga, serta pembayaran uang jaminan pembangunan smelter dari Freeport sebesar US$ 115 juta. (Baca: M.S. Hidayat: Renegosiasi dengan Freeport Rampung)
RIDHO JUN PRASETYO
Terpopuler:
Kabinet Jokowi Beri Ruang Luas Bagi Perempuan
Militan ISIS Ledakkan Makam Nabi Yunus
Atlet Sabina Altynbekova Banjir Hadiah dari Fan
Dukung Israel, Wanita Kirim Foto Seksi ke Facebook
KPK Sidak ke Soekarno-Hatta, 14 Orang Digelandang