TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus bergerak melemah menuju level 12.000 per dolar Amerika Serikat. Pelemahan ini diperkirakan sebagai imbas dari minimnya sentimen positif. Lelang surat utang negara (SUN) sebesar Rp 8 triliun yang dilakukan pada hari ini ternyata belum mampu menjadi katalis positif yang menggerakkan rupiah.
Ekonom dari PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan gerak terbatas rupiah memang dipicu oleh laju pergerakan dolar AS yang tak menentu. Berkembangnya spekulasi tentang keterlibatan negara itu dalam perang sipil Irak membuat pelaku pasar pesimistis terhadap prospek pemulihan perekonomian AS.
“Tindakan Menlu AS John Kerry yang bertemu dengan Perdana Menteri Irak membangun persepsi AS akan terlibat dalam konflik sektarian tersebut,” katanya, Selasa, 24 Juni 2014.
Namun demikian, arah pelemahan dolar AS rupanya tak banyak membantu posisi rupiah. Pasalnya, kekhawatiran terhadap pembengkakan defisit neraca perdagangan, imbas kenaikan harga minyak dunia, tetap membuat pelaku pasar belum kembali tertarik mengakumulasi aset-aset dalam mata uang rupiah.
“Meskipun yield SUN tenor sepuluh tahun sudah naik tajam menjadi 8,16 persen, tetap tak bisa memastikan ketertarikan investor,” Rangga mengimbuhkan. (Lihat pula: Beberapa Faktor Penyebab Pelemahan Rupiah)
Hingga pukul 11.00 WIB, mata uang regional masih bergerak variatif. Kurs rupiah turun tipis 5,2 poin (0,04 persen) ke level Rp 11.997,5 per dolar AS. Yen justru bergerak naik 0,02 persen ke level 101,91 per dolar AS, terbantu sikap bank sentral Jepang yang memastikan terus mengambil langkah pemberian stimulus moneter. Sedangkan won Korea Selatan terus menguat 0,05 persen ke level 1.017,98 per dolar AS lantaran banyaknya eksportir yang menukar dolarnya.