Bank Indonesia: Melemahnya Rupiah Tidak Buruk  

Reporter

Selasa, 10 Juni 2014 10:07 WIB

Petugas melakukan aktivitas bongkar muat di tempat penarikan dan penyetoran uang di basement gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta Pusat, Rabu (1/8). TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menilai melemahnya rupiah bukan pertanda buruk bagi perekonomian Indonesia. Anjloknya nilai tukar pada kisaran Rp 11.800 merupakan imbas dari defisit neraca perdagangan pada April yang cukup besar.

"Nilai tukar rupiah merupakan gambaran fundamental ekonomi Indonesia. Kondisi ekonomi buruk, maka rupiah akan memburuk. Jika tidak, akan menyebabkan masalah," kata Mirza, Senin, 9 Juni 2014. Dia menilai melemahnya rupiah akibat sentimen negatif terhadap rilis data ekonomi adalah hal yang wajar.

Sebaliknya, jika rupiah menguat akibat transaksi perdagangan buruk, akan membawa masalah. Namun dangkalnya pasar keuangan Indonesia mengakibatkan pasar rentan terhadap berbagai sentimen, baik dari dalam maupun luar. (Baca: BI Wajib Intervensi Jika Kurs Rupiah Tembus 12.000)

Bank Indonesia baru-baru ini merilis cadangan devisa pada Mei lalu yang naik menjadi US$ 107 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$ 105,6 miliar. "Kondisinya membuat pasar keuangan rentan terhadap gejolak. Dia mencontohkan, setiap ada kenaikan BBM, pasti disusul juga dengan kenaikan inflasi," katanya.

Di lain sisi, tingginya BI rate merupakan salah satu alasan menjaga aktivitas neraca perdagangan dan jasa. Hal itu akan berakibat pada menurunnya cadangan devisa negara. "Pemerintah harus segera memperbaiki neraca perdagangan dan jasa agar tidak defisit, sehingga nilai rupiah bisa kembali perkasa. Salah satunya dengan perubahan ekspor dari sektor komoditas menjadi sektor manufaktur," katanya.

BI juga mencatat transaksi valas Indonesia rata-rata per hari hanya US$ 2,2 miliar. Angkanya terbilang rendah dibandingkan dengan Thailand yang berkisar US$ 13 miliar per hari. Sebab itu, BI masih mengetatkan sejumlah kebijakan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam catatan BI, pada kuartal pertama, Current Account Deficit sekitar 2,06 persen, lebih kecil dibandingkan kuartal keempat 2013 sekitar 3,85 persen. Sayangnya, upaya BI menjaga defisit transaksi berjalan berakibat rupiah melemah.

Perlambatan ekonomi di Indonesia dimulai sejak 2013. Ada banyak tekanan baik dari dalam maupun luar. Tekanan global seperti pengurangan stimulus The Fed, resesi ekonomi Eropa, dan perlambatan ekonomi di Cina membawa gejolak bagi sektor riil dan keuangan.

AYU WANDARI

Berita lain:
Valid, Surat Rekomendasi Pemecatan Prabowo
Jawab Roy Suryo via BBM, Ahok: Bro Kenapa Somasi?
Jokowi: Wiji Thukul Harus Ditemukan
Polisi: Pemerkosaan Mahasiswa Malaysia Rekayasa
Takmir Masjid Sesalkan Isi Pengajian Jafar Umar
Debat Capres Masih Gunakan Strategi 5-3-2
Klaim Lihat MH370, Pekerja Kilang Minyak Dipecat







Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

3 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

3 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

3 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

3 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

5 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

6 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

6 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

6 hari lalu

Penyaluran Pendanaan AdaKami Rp 4,6 Triliun dalam 4 Bulan

Penyaluran pendanaan AdaKami pada Januari-April 2024 mencapai Rp 4,6 triliun.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

7 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

7 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya