Pengunjuk rasa mengangkat tiga jari ke atas, saat melihat barisan tentara yang berjaga, di luar sebuah pusat perbelanjaan di Bangkok, Thailand (1/6). Beberapa pusat perbelanjaan dan stasiun kereta ditutup untuk menghindari bentrokan. REUTERS/Erik De Castro
TEMPO.CO,Jakarta - Krisis militer Thailand yang tak kunjung berakhir sejak awal tahun ini terus memberikan pengaruh negatif bagi iklim pariwisata di negeri tersebut. Tercatat bahwa sepanjang Januari hingga April 2014, hanya 56 persen kamar hotel di seluruh Bangkok yang terisi. Adapun pada periode yang sama pada 2013, tingkat keterisian sebanyak 70 persen.
"Situasi tak terkendali yang terjadi di Thailand terus mempengaruhi pesanan kamar hotel, terutama di Bangkok, pusat protes," kata Kanyarat Krisnathevin, Direktur Keuangan Erawan Group Pcl, jaringan pemilik hotel bintang lima Hyatt, Marriot, dan Holiday Inn di Thailand.
Hal ini menyebabkan Erawan Group berniat melakukan ekspansi bisnis ke beberapa negara tetangga Thailand yang ekonominya terus berkembang. "Mulai tahun ini, kami ingin ekspansi ke Malaysia, Filipina, dan Indonesia," kata Kanyarat seperti dilansir kantor berita Bloomberg, Ahad, 8 Juni 2014.
Ketua Asosiasi Hotel Thailand, Surapong Techaruvichit, juga menyatakan darurat militer yang saat ini terjadi akan berdampak panjang bagi pariwisata Thailand. "Akan butuh waktu lama bagi para turis untuk berani kembali ke Thailand, bahkan kalaupun negara ini telah dinyatakan aman," kata Surapong.
Darurat militer Thailand yang telah berlangsung selama tujuh bulan terakhir ini telah menyebabkan 28 orang meninggal. Junta Thailand juga menerapkan jam malam di hampir seluruh wilayah negeri.