Seorang petugas menunjukan uang dollar di PT. Ayu Masagung, Jakarta, (17/04). Pada perdagangan valas pukul 07.45 WIB, Jumat (17/4/2009) rupiah ada di level 10.785 per dolar AS. TEMPO/Gita Carla
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil pemilihan umum (pemilu) legislatif yang tak sesuai dengan ekspektasi membuat pelaku pasar kembali dihantui ketidakpastian. Akibatnya, investor kembali meninggalkan rupiah dan memburu dolar Amerika Serikat. Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah melemah tajam 69 poin (0,61 persen) ke level 11.357 per dolar.
Pengamat pasar uang, Albertus Christian, mengatakan kegagalan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan mencapai presidential treshold atau 25 persen suara menimbulkan ketidakpastian di pasar. "Kondisi ini kemudian mendorong aksi ambil untung di pasar keuangan sehingga rupiah melemah," ujarnya, Kamis, 10 April 2014. (baca:Seusai Pemilu, Indeks Saham Anjlok 3,2 Persen)
Dari berbagai hasil hitung cepat yang muncul, PDI Perjuangan hanya meraih 19 persen suara dalam pemilu legislatif. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa figur Joko Widodo belum tentu melaju mulus dalam pemilu presiden dan harus berkoalisi dengan partai lain. Joko Widodo adalah tokoh yang disukai oleh pelaku pasar.
Di sisi lain, rupiah turut mendapatkan tekanan dari melemahnya data perdagangan Cina bulan Maret yang menunjukkan ekspor turun 11,3 persen dan impor menyusut 6,6 persen. "Turunnya aktivitas perdagangan memicu kekhawatiran akan melambatnya pemulihan ekonomi di Negeri Tirai Bambu," ujar Albertus. (baca:Setelah Pemilu, Indeks Terus Terjun Bebas)
Jika ekonomi Cina melambat, negara berkembang yang bergantung pada pasar Cina akan terkena dampaknya. Perlambatan ekonomi Cina juga akan menambah risiko kinerja neraca perdagangan dan perbaikan defisit transaksi berjalan.