TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan kajian yang disampaikan oleh tim ad hoc mengenai merger PT XL Axiata Tbk dan PT Axis Telekom Indonesia. "Paling lambat 4 Februari 2014," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewa Broto, melalui keterangan resmi, Rabu, 29 Januari 2014.
Gatot menuturkan bahwa dalam rapat dengar pendapat kemarin Tifatul telah menjelaskan soal penawaran yang juga pernah diberikan untuk penyelenggara layanan telekomunikasi lain ini. Di antaranya dampak finansial, rencana komitmen bisnis PT Axis Axiata pascamerger hingga lima tahun berikutnya, serta dampak bagi potensi peningkatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, merger ini dapat menguntungkan masyarakat melalui adanya tarif murah untuk layanan suara, SMS, serta komunikasi data.
Tahun lalu, pemerintah menyetujui permohonan merger-akuisisi yang diajukan XL dan Axis. Gatot menuturkan proses merger ini tidak terlepas dari program penataan spektrum 2.1 GHz yang sudah berjalan pada awal 2013 melalui seleksi pengguna pita frekuensi radio tambahan pada pita frekuensi 2.1 GHz untuk penyelenggaraan jaringan bergerak seluler IMT-2000. Penataan spektrum frekuensi itu selesai pada Oktober silam.
Kementerian Komunikasi dan Informatika memprediksi negara memperoleh tambahan PNBP sebesar Rp 1 triliun dari merger XL dan Axis. Adapun untuk sepuluh tahun mendatang, diperkirakan ada tambahan Rp 10 triliun dari penggunaan pita frekuensi 10 MHz yang berhasil ditarik kembali dari merger tersebut untuk diberikan kembali melalui proses seleksi.
Gatot mengungkapkan Kementerian pun mengkaji penggunaan frekuensi 1.800 MHz secara khususs, yang antara lain secara bertahap dapat dipakai untuk teknologi long-term evolution (LTE). Karena itu, kata Gatot, penataan pada pita 1.800 MHz akan menjadi prioritas utama.