Sejumlah warga mengantri BBM jenis Premium menggunakan jerigen di sebuah SPBU kawasan Sepatan,Tangerang, Banten, (3/5). Di tengah ketidak jelasan kenaikan harga BBM, membuat BBM bersubdi menjadi langka. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak tak terlalu mempengaruhi biaya produksi. "Tidak terlalu signifikan terhadap sektor produksi," ujar Ansari dalam jumpa pers, Rabu, 5 Juni 2013.
Sebab, kata dia, sektor industri sudah lama menggunakan BBM non-subsidi. "Sektor industri sudah paham bagaimana menanggulangi kenaikan harga BBM ini. Kami tidak khawatir," kata Ansari. Kenaikan bensin bersubsidi sebesar 44 persen, menurut dia, hanya mempengaruhi kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 1,2 persen.
Industri makanan dan minuman diperkirakan akan mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 0,63 persen. Sementara, industri semen mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 0,66 persen. Sedangkan, "tekstil dan alas kaki masing-masing mengalami kenaikan sebesar 1,54 persen," kata Ansari.
Sektor Industri yang menggunakan BBM jenis solar juga mengalami kenaikan biaya produksi meski tidak sebesar BBM jenis premium. "Rata-rata 0,6 persen," katanya. Industri makanan dan minuman diperkirakan mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 0,31 persen dan Industri semen sebesar 0,33 persen. "Industri tekstil dan alas kaki hanya naik 0,77 persen," kata Ansari.
Bulan ini, pemerintah berencana menaikkan harga BBM subsidi jenis bensin premium sebesar 44 persen dan solar sebesar 22 persen. Kenaikan ini, menurut Ansari, lebih berpengaruh pada peningkatan biaya transportasi sebesar 23,8 persen dan 11,9 persen.