LSM Minta Pemerintah Waspadai Landgrabing  

Sabtu, 13 Oktober 2012 05:47 WIB

ANTARA/Andika Wahyu

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan sejumlah LSM meminta Kementerian Pertanian dan instansi pemerintah terkait mewaspadai fenomena perampasan dan penumpukan penguasaan lahan pertanian dalam skala besar.

Menurut Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti Utang (KAU), Yuyun Harmono, kebijakan investasi skala besar terhadap lahan pertanian dan lainnya di Indonesia merupakan imbas dari bangkrutnya beberapa bank besar di negara maju.

"Kondisi bank-bank besar yang kolaps di dunia mendorong pengalihan bisnis ke sektor investasi pada sektor pertanian, dan ini adalah fenomena 'Land Rush' dimana mereka terburu-buru menguasai tanah yang mendorong terjadinya perampasan tanah atau 'Land Grabbing'," katanya, Jumat 12 Oktober 2012.

Pernyataan ini dirilis menyikapi pertemuan tahunan IMF dan World Bank di Tokyo, Jepang yang berlangsung pada 9-14 Oktober 2012. Bertempat di Kantor Walhi, sejumlah juru bicara LSM mengkritisi praktek spekulasi pangan terutama di Indonesia, dengan menggunakan data FAO, The State Food Insecurity 2012. Data itu menyebutkan jumlah penduduk kelaparan dan kurang gizi di dunia sudah mencapai 870 juta orang atau 1 dari 8 orang dan sejumlah 14,9% dari total penduduk bumi sejak tahun 2011 akibat krisis harga pangan. Krisis pangan ini kerap dikutip lembaga internasional untuk melegitimasi pola pertanian skala besar (food estate).

Senada dengan KAU, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Abetnego Tarigan, menilai ada kesalahan fatal dalam pola distribusi sumber daya alam dengan mekanisme pasar yang dianjurkan oleh Bank Dunia dan dijalankan oleh pemerintah. Pola ini justru menyebabkan krisis harga pangan. "Pemerintah hanya memikirkan keuntungan yang didapatkan dari investasi korporasi, tanpa memperhatikan melemahnya aktor-aktor seperti petani skala kecil yang akan menjadi buruh dan menjadi miskin akibat korporasi atau industri besar," ia menegaskan.

Walhi dan LSM lainnya yang bergerak pada perlindungan aktor-aktor penghasil sumber daya alam sepakat menghimbau pemerintah untuk merevisi sejumlah Undang-Undang yang dinilai mendukung kebijakan Bank Dunia.
Direktur Program Indonesia Human Rights Committee for Social Justice Dhona El Furqon mendesak revisi atas Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996, "Harus direvisi karena tidak melindungi kebutuhan rakyat, melainkan membuka kesempatan seluasnya bagi pihak swasta dan asing untuk menguasai sumber-sumber pangan," ia menegaskan.

FIONA PUTRI HASYIM

Berita Terpopuler:
Setengah Polos, Model Tabrak 7 Orang

Wanita Ini Terima Tagihan Ponsel 11,7 Triliun Euro

3 Bahasa Terpopuler di Indonesia

Saat Diperiksa, Model Penabrak 7 Orang Malah Joget

Alamat Model yang Tabrak Tujuh Korban Ternyata Palsu

Berita terkait

Produksi Tiga Mesin Pertanian, Pindad Berharap Laris

7 Mei 2017

Produksi Tiga Mesin Pertanian, Pindad Berharap Laris

Bayu mengatakan pengadaan alat pertanian ini bisa dilakukan lewat e-procurement.

Baca Selengkapnya

Swasembada Cabai, 9 Kota Kalteng Disuplai 198 Ribu Bibit Cabai  

19 Maret 2017

Swasembada Cabai, 9 Kota Kalteng Disuplai 198 Ribu Bibit Cabai  

Tute mengatakan proses penyemaian bibit akan dilakukan di tingkat kabupaten dan kota untuk memudahkan pembagian bibit ke warga.

Baca Selengkapnya

Kementerian Pertanian: Bebaskan 1,7 Hektare Kebun Petani Kelapa Sawit

10 Februari 2017

Kementerian Pertanian: Bebaskan 1,7 Hektare Kebun Petani Kelapa Sawit

Kementerian Pertanian meminta 1,7 juta hektare perkebunan kelapa sawit petani yang berada di kawasan hutan dibebaskan lahannya.

Baca Selengkapnya

Kembangkan Lahan 610 Hektar, Kalteng Amankan Bawang Merah

4 Februari 2017

Kembangkan Lahan 610 Hektar, Kalteng Amankan Bawang Merah

Pengembangan ratusan hektar ini membuktikan bahwa kondisi tanah
kalteng yang berpasir cocok untuk ditanami bawang merah.

Baca Selengkapnya

Mengapa Ahli Ekonomi Pertanian Berkumpul di Pontianak?

21 Januari 2017

Mengapa Ahli Ekonomi Pertanian Berkumpul di Pontianak?

Pontianak menjadi tuan rumah Rakernas Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi)untuk membantu pemerintah daerah tingkatkan kesejahteraan warga

Baca Selengkapnya

Karsa, Aplikasi Android untuk Petani Diluncurkan

1 September 2016

Karsa, Aplikasi Android untuk Petani Diluncurkan

Dengan aplikasi ini, petani bisa terhubung satu sama lain, dan mendapat bimbingan soal produk pertaniannya.

Baca Selengkapnya

Sektor Perkebunan Butuh Inovasi Teknologi

31 Maret 2016

Sektor Perkebunan Butuh Inovasi Teknologi

Bisnis perkebunan di Indonesia memerlukan inovasi teknologi guna mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas untuk mengatasi anomali iklim.

Baca Selengkapnya

Program Toko Tani Kementan Dianggap Gagal  

26 Januari 2016

Program Toko Tani Kementan Dianggap Gagal  

Program Toko Tani tidak berhasil menjaga harga dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Baca Selengkapnya

Harga Karet Rendah, PTPN XII Beralih Menanam Tebu

13 Januari 2016

Harga Karet Rendah, PTPN XII Beralih Menanam Tebu

30 ribu hektare lahan tanaman karet dan kakao di Banyuwangi, Jawa Timur miliknya akan ditanami tebu.

Baca Selengkapnya

Jadi Nomor Satu Produksi Kopi dan Kakao Dunia, Ini Komitmen Kementan  

8 November 2015

Jadi Nomor Satu Produksi Kopi dan Kakao Dunia, Ini Komitmen Kementan  

Untuk ekstensifikasi, perlu ada perluasan lahan untuk menanam kopi dan kakao dengan varietas unggul.

Baca Selengkapnya