TEMPO Interaktif,
Jakarta:Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio B. Joedono mengungkapkan kekecewaannya atas pengesahan Undang-Undang Perbendaharaan Negara oleh DPR. Menurutnya, rumusan mengenai kedudukan bendahara negara dalam salah satu pasalnya dirasa kurang kuat."Dalam UU yang baru disahkan ini, mekanisme kontrol internalnya kurang kuat. Saya sendiri agak pesimis dengan keadaan sekarang," kata Joedono, di kantornya, Jumat (19/12). Menurutnya, beberapa usulan BPK kepada pemerintah tidak ditanggapi. "Kami pernah mengusulkan rumusan yang lebih keras mengenai hak bendahara untuk menolak perintah pembayaran," jelas Joedono. Di dalam UU itu, rumusan mengenai bendahara negara tidak sekuat apa yang diusulkan.Menurut Joedono, memang ada perbaikan sedikit dalam pengendalian anggaran yang dicantumkan UU itu, di mana disebutkan bendahara pengeluaran negara bertanggung jawab pribadi atas tindakan-tindakannya. "Mengenai adanya tanggung jawab pribadi ya sudah betul, ada sedikit kekuatan kewenangan bendahara," kata dia. Namun, menurut dia, masih harus dilihat apakah pengaturan ini akan melahirkan kekuatan yang amat besar di dalam pengendalian anggaran negara berikutnya. Sementara pasal lainnya, menurut Joedono, masih mencerminkan sistem keuangan negara yang sama seperti dulu. "Tidak ada yang berubah, hanya ada sedkit perubahan meski tidak sekuat yang kami harapkan," kata dia."Sebenarnya kami hanya menginginkan internal kontrol dalam pengelolaan keuangan negara diperkuat. Khususnya dalam pengeluaran," kata Joedono. Untuk itulah pihaknya mengusulkan pasal khusus yang mengatur kedudukan bendahara. Rumusan yang diajukan kepada pemerintah waktu itu, jelas dia, bendahara wajib menolak perintah pembayaran apabila anggarannya tidak cukup, atau tanda terima tidak sah, ataupun perintah pengeluarannya melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Kami pikir, kalau semua bendahara diberikan kekuatan hak seperti itu, pemerintah atau koordinator yang memerintahkan pembayaran tidak bisa senaknya," kata Joedono. "Karena ada pengendalian interen yang kuat."Tapi, menurut Joedono, niat itu hingga titik terakhir ditentang pemerintah. "Alasan pemerintah tidak pernah jelas," kata dia. Dulu alasannya mungkin jelas, kata Joedono, karena argumentasi pemerintah saat itu bendahara yang kuat akan menghambat pembayaran. Saat itu pembayaran yang terhambat dinilai sama saja menghambat pembangunan. "Tapi sekarang kan kita krisis, bukan banyak duit. Kok pemikiran seperti ini masih dipertahankan. Lucu kan," kata dia. Akibat tidak diadopsinya usulan BPK ke dalam UU Perbendaharaan Negara, menurut Joedono, memungkinkan semakin banyaknya terjadi penyimpangan. "Anak kecil pun mungkin akan mudah mencari penyimpangan yang terjadi tanpa harus benar-benar mengusutnya," kata dia. Menurut Joedono, keadaannya kurang lebih sama seperti sekarang, di mana tanpa perlu mengerahkan pemeriksa interen dan eksteren, akan mudah mengumpulkan banyak penyimpangan. "Penyimpangannya memang disampaikan kepada DPR tapi tidak ada perbaikan substansi," jelas dia.Keadaan ini, jelas Joedono, tambah aneh ketika UU tentang Pemeriksaan Keuangan Negara atau BPK diterima. "Lihat saja nanti keadaannya tambah lucu," kata dia. Menurutnya, UU itu nanti akan semakin memperkuat kedudukan BPK daripada bendahara. "Tapi bendaharanya sendiri tetap lemah," jelas dia. Menurut dia, UU baru ini tidak akan menimbulkan perbaikan. "Ini yang saya maksud menyimpang dari keadaan normal," jelas dia.Dalam sistem yang baik, jelas Joedono, pengelolaan keuangan negara ditandai dengan pengendalian interen yang kuat di mana ada pemeriksaan interen yang ampuh sehingga kalau ada pemeriksaan eksteren tidak perlu besar-besaran.Billy mengibaratkan situasi sekarang seperti mobil bobrok yang dikemudikan sopir dengan pengetahuan minim, namun di mana-mana tersedia bengkel dengan montir yang andal. "Kan percuma. Kecuali mobil dan sopirnya pintar, sehingga kalau ke bengkel sulit ditemukan ada yang salah," paparnya. Buat Billy, keputusan pemerintah ini amat politis, meski bagi mereka yang berpikir birokratis akan masuk akal.Mengenai argumentasi pemerintah bahwa apa yang menjadi perhatian BPK akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Keputusan Presiden (Keppres), Billy menjawab semua ini tidak ada artinya. "Omong kosong itu," kata dia. Menurutnya kalau bisa menggunakan UU kenapa harus menggunakan ketentuan yang lebih rendah dari itu.Meski kecewa, Billy akan menunggu praktek UU ini. "Ya kita lihat saja," kata dia. Undang-undang Perbendaharaan Negara ini merupakan satu dari tiga undang-undang yang akan mengatur keuangan negara. Maret lalu DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Keuangan Negara. RUU Pertanggungjawaban Keuangan Negara rencananya akan dibahas masa sidang berikutnya pada tahun 2004. Ketiga RUU itu sudah diajukan ke DPR sejak era Presiden Abdurrahman Wahid.Tiga undang-undang itu akan menggantikan
Indische Comptabliteitswet (ICW) yang dibuat pada 1925 yang selama ini menjadi landasan pemerintah mengatur keuangan negara.
Anastasya Andriarti - Tempo News Room