Pemerintah Tegaskan Xian MA-60 Tak Perlu Sertifikat FAA  

Reporter

Editor

Senin, 9 Mei 2011 13:17 WIB

Pesawat Merpati seri PK-NUS di Bandara Manokwari, Papua Barat. ANTARA/Yudhi Mahatma
TEMPO Interaktif, Jakarta - Juru bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, mengatakan pesawat Merpati jenis MA-60 buatan Xian Aircraft Industry Ltd sebenarnya tidak memerlukan sertifikat dari Federal Aviation Administration (FAA). Sebab, pesawat Merpati MA-60 tidak beroperasi di Amerika Serikat.

"Terkait polemik yang mengatakan pesawat ini tidak punya sertifikat FAA, itu karena pesawat tersebut tidak beroperasi di Amerika sehingga tidak perlu ada sertifikat dari sana," kata Bambang saat ditemui di kantornya, Senin, 9 Mei 2011.

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah menerbitkan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) yang mengatur keselamatan. "CASR Indonesia mengacu pada peraturannya Amerika Serikat," ujar Bambang.

Aturan tersebut terutama untuk peraturan penerbangan yang merujuk pada International Civil Aviation Organization, badan penerbangan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Tapi, tiap-tiap negara membuat (peraturan) lagi," kata Bambang.

Pesawat yang akan terbang umumnya harus mengantongi type of sertificate untuk sertifikasi jenis dan aircraft sertificate terkait pemeliharaan. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sudah mengeluarkan kedua sertifikat itu untuk jenis MA-60 buatan 2006. "Yang berarti pesawat ini layak terbang," tutur Bambang.

Pernyataan senada pun dilontarkan oleh Praktisi Penerbangan Arista Atmadjati. Meski lisensi FAA tidak wajib selama tidak melayani penerbangan antarnegara, akan lebih baik lagi jika pesawat itu mendapat lisensi FAA.

Pesawat jenis MA-60 milik Merpati Nusantara Airlines jatuh di Kaimana, Papua Barat, pada Sabtu, 7 Mei 2011. Pesawat buatan Xian Aircraft Industry Ltd, Cina, itu tak memiliki lisensi FAA. Kendati tidak memiliki lisensi FAA, pesawat itu tetap bisa beroperasi di Indonesia.

"Kalau Departemen Perhubungan menyatakan pesawat itu layak terbang, ya enggak masalah (tidak memiliki lisensi FAA)," ujar Arista. "Cuma kalau pesawat itu melayani penerbangan luar negeri, biasanya harus pakai lisensi FAA. Negara tujuan biasanya mensyaratkan lisensi dari Amerika Serikat atau Eropa."

Menurut Arista, yang juga dosen penerbangan di STTKD Yogyakarta tersebut, selama ini di Indonesia syarat pesawat bisa mengudara adalah sertifikasi dari Direktorat Jenderal Kelayakan Udara Kementerian Perhubungan. Sementara, sertifikasi dari FAA hanya merupakan tambahan saja.

Kendati demikian, kata Arista, mayoritas pesawat yang beroperasi di Indonesia sudah memiliki lisensi dari Amerika Serikat (FAA) ataupun dari Eropa (EASA). Sebab, sebagian besar pesawat yang digunakan di Indonesia merupakan buatan Amerika atau Eropa.

Arista menjelaskan pesawat jenis MA-60 kebanyakan digunakan di negara-negara berkembang seperti Zimbabwe. Pasalnya, pesawat tersebut biasanya didapatkan dari kerja sama antarpemerintah atau imbal beli dagang antara Cina dan negara bersangkutan.

Meski pesawat MA-60 buatan Xian Aircraft Industry Ltd, Cina, itu itniatkan untuk menggantikan peran CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia, ternyata CN-235 memiliki lisensi dari otoritas penerbangan Amerika Serikat, Federal Aviation Administration (FAA). Sementara, MA-60 tidak memiliki lisensi FAA.

"Karena kita minta CN-235 lisensi dari FAA. Pesawat itu mendapat approval di bengkel FAA," ujar Arista. Sementara, MA-60 hanya memiliki lisensi dari Civil Aviation Administration of China dan otoritas penerbangan Indonesia.

CN-235 merupakan buatan PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan perusahaan asal Spanyol, CASA. "Karena itu, CN-235 lebih teruji ketimbang MA-60. Pasalnya, CN-235 menggunakan teknologi mesin dari CASA yang cukup dikenal sebagai pabrikan pesawat-pesawat jenis kecil," kata Arista.

Menurut Arista, dengan lisensi dari FAA, pesawat CN-235 menjadi andalan bagi beberapa negara Timur Tengah. "Di negara-negara Teluk, pesawat CN-235 dikonversi menjadi pesawat pemantau militer," ujar dosen penerbangan di STTKD Yogyakarta tersebut.

Dibandingkan CN-235 yang dibeli lewat jalur murni komersial, pesawat MA-60 biasanya dibeli sebagai imbal balik dagang antara pemerintah Cina dengan negara pembeli. Kendati demikian, CN-235 berkapasitas lebih sedikit ketimbang MA-60. MA-60 mampu menampung 60 penumpang, sedangkan CN-235 hanya 30 penumpang.


ATMI PERTIWI | KODRAT SETIAWAN

Berita terkait

Maskapai Penerbangan Ini Harus Bayar Kompensasi 39 Juta Gara-gara Sandaran Kursi Tak Bisa Direbahkan

4 hari lalu

Maskapai Penerbangan Ini Harus Bayar Kompensasi 39 Juta Gara-gara Sandaran Kursi Tak Bisa Direbahkan

Pnumpang maskapai penerbangan ini merasa diperlakukan sebagai penumpang kelas ekonomi meski sudah bayar kelas bisnis.

Baca Selengkapnya

Traveling di Usia 100 Tahun, Perempuan Ini Dikira Anak Dibawah Umur yang Perlu Pendampingan

9 hari lalu

Traveling di Usia 100 Tahun, Perempuan Ini Dikira Anak Dibawah Umur yang Perlu Pendampingan

Ketika traveling dengan pesawat, dia otomatis masuk dalam kategori anak bawah umur yang harus didampingi supervisor.

Baca Selengkapnya

Tony Fernandes Ditunjuk Sebagai Penasihat Strategis Grup Penerbangan AirAsia

10 hari lalu

Tony Fernandes Ditunjuk Sebagai Penasihat Strategis Grup Penerbangan AirAsia

Tony Fernandes ditunjuk sebagai penasihat dan pengurus Grup Chief Executive Officer (Advisor and Steward Group Chief Executive Officer) AirAsia.

Baca Selengkapnya

Alasan Mengapa Kebanyakan Pesawat Berwarna Putih

14 hari lalu

Alasan Mengapa Kebanyakan Pesawat Berwarna Putih

Awalnya, pesawat tidak dicat, hanya menampilkan bodi aluminium yang dipoles. Namun, tren berubah sejak 1970-an.

Baca Selengkapnya

Maskapai Ubah Rute Penerbangan Usai Dugaan Serangan Israel ke Iran

15 hari lalu

Maskapai Ubah Rute Penerbangan Usai Dugaan Serangan Israel ke Iran

Usai dugaan serangan Israel ke Iran, sejumlah maskapai penerbangan mengubah rute.

Baca Selengkapnya

Alasan Kursi Pesawat yang Bisa Direbahkan Mulai Ditinggalkan

15 hari lalu

Alasan Kursi Pesawat yang Bisa Direbahkan Mulai Ditinggalkan

Selama ini perbedatan tentang merebahkan kursi pesawat memang sedikit meresahkan. Maskapai penerbangan mulai mengganti kursi yang lebih ringan

Baca Selengkapnya

Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

18 hari lalu

Maskapai Penerbangan ini Buat Penerbangan Misterius yang Tidak Diketahui Tujuannya

Salah satu penumpang merasa antusias mengikuti penerbangan yang memberikan pengalaman unik

Baca Selengkapnya

Setelah Lufthansa, Giliran Qantas Airways Hindari Kawasan Timur Tengah

21 hari lalu

Setelah Lufthansa, Giliran Qantas Airways Hindari Kawasan Timur Tengah

Penerbangan Australia, Qantas Airways, menyusul Lufthansa, menangguhkan penerbangan hingga mengalihkan rute akibat ancaman balasan Iran ke Israel.

Baca Selengkapnya

Aturan Baru Bandara Ini Tradisi Puluhan Tahun Terancam Dihentikan

27 hari lalu

Aturan Baru Bandara Ini Tradisi Puluhan Tahun Terancam Dihentikan

Bandara Dublin menerapkan aturan keamanan baru di sisi airside

Baca Selengkapnya

Amankah Terbang saat Gerhana Matahari Total?

27 hari lalu

Amankah Terbang saat Gerhana Matahari Total?

Beberapa maskapai penerbangan bahkan menawarkan pengalaman khusus untuk perjalanan gerhana matahari total.

Baca Selengkapnya