Pengusaha Hotel Keluhkan Kenaikan Pajak Air Bawah Tanah
Selasa, 11 Januari 2011 11:51 WIB
Mereka berharap implementasinya di tingkat kabupaten dan kota akan disesuaikan dengan kondisi riil. “ Karena penerapannya melalui Peraturan Walikota dan Bupati,“ kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Perry Markus, Selasa (11/1).
Menurut Perry, dia memahami niat baik Gubernur untuk menyelamatkan kondisi lingkungan Bali melalui penerapan kenaikan pajak ABT. Namun langkah drastis ini, berdampak kurang baik pada industri pariwisata di Bali, yang saat ini dalam tahap pemulihan. “Sebab kami tak bisa serta merta menaikkan harga kamar akibat kenaikan pajak tersebut,” katanya.
Kenaikan pajak ABT telah ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Bali 16 tahun 2009. Namun karena diprotes pengusaha, akhirnya sampai Desember 2010 hanya diterapkannya setengahnya saja.
Pada awal tahun ini, Gubernur Made Mangku Pastika meminta agar pajak ditarik sepenuhnya melalui Penetapan Peraturan Wali Kota dan Bupati karena kewenangan menarik pajak ABT sudah beralih ke Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Bila pungutan pajak ABT diberlakukan sesuai Peraturan Gubernur, pendapatan Pemprov Bali akan meningkat tajam. Sebagai contoh, untuk hotel bintang empat dan lima dari yang semula hanya dipungut pajak ABT Rp 7.500 per meter kubik (M3), kini hotel berbintang di Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar tarif pajaknya bisa lebih dari Rp 75.000 M3.
Pihak hotel diasumsikan dapat menyesuaikan kenaikan itu dengan menaikkan harga kamarnya.
Kepala Biro Humas Pemprov Bali Ketut Teneng menyatakan, Gubernur tetap pada sikapnya untuk mendorong kenaikan pajak ABT semaksimal mungkin.“Provinsi akan melakukan pengawasan dan memiliki kewenangan untuk tidak mengesahkan peraturan yang tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur,“ ujarnya.
Menurut dia, Gubernur memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal itu untuk menghindarkan Bali dari bencana kekeringan dan mendorong efisiensi penggunaan ABT. Tarif pajak ABT yang terlalu rendah, kata dia, juga dirasakan tidak adil dibandingkan besarnya keuntungan yang diperoleh industri pariwisata.
ROFIQI HASAN