Pasar Properti Asing Remang-remang, Pemerintah Jangan Ge-Er
Jumat, 4 Juni 2010 10:16 WIB
Berbeda dengan Bali, pasar properti di Jakarta tidak terlalu menarik minat warga asing. Apalagi jumlah warga asing tidak meningkat signifikan. Demikian pula stok properti yang ada. Itulah kenapa perubahan peraturan properti asing belum tentu membawa dampak meningkatnya investasi dan pembelian.
Sementara di Bali, yang tanpa memiliki aturan hak milik, banyak warga asing yang membeli properti meski berstatus sewa. Alasannya produk properti di Bali pada dasarnya memang menarik, ditunjang oleh suasana Bali yang nyaman. Pembeli properti juga bisa menyewakan kembali untuk memperoleh keuntungan.
"Karena yang diincar oleh orang asing adalah kenyamanan. Apakah di Jakarta ada yang seperti itu?" ujar dia. Meski pintu untuk pembelian properti oleh warga asing dibuka seluas-luasnya di Jakarta, Tony menganggap belum tentu warga asing mau membeli properti.
"Orang belanja properti kalau stabilitas politik dan ekonomi oke, dan didukung dengan sistem pembayaran yang pasti," tuturnya. Bali, lanjutnya, menjadi bukti bahwa tanpa perubahan aturan, produk properti tetap diminati. Tentunya dengan syarat produknya menarik.
Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia Erwin Kahlo mengatakan pemerintah bisa melakukan perubahan yang sifatnya sederhana terkait properti asing. Selama ini aturan rumah susun dibangun di atas hak bermacam-macam.
"Nah, itu diubah saja. Cukup satu yaitu hak pakai. Tidak perlu hak guna bangunan dan lainnya," tuturnya. Selain itu ia menyarankan agar tidak membatasi masa izin pakai. Pemerintah bisa memberikan izin sesuai kebutuhan pembeli dan menerapkan pajak di muka.
KARTIKA CANDRA