Ini dikatakan pengamat ekonomi Dr Sjahrir menjawab pertanyaan wartawan di ITB Bandung, Jum at (16/2). Ia mengungkapkan hal itu ketika dimintai komentarnya atas pernyataan Menko Perekonomian Rizal Ramli dalam pertemuan dengan wartawan asing Kamis sebelumnya di Jakarta.
Rizal dalam pertemuan itu mengakui bahwa IMF terlalu keras memaksakan reformasi ekonomi, khususnya yang menyangkut keputusan politik sulit. Ia mencontohkan soal independensi Bank Sentral, pengawasan dan kinerja Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan desentralisasi fiskal.
Sjahrir yang ditemui di sela-sela diskusi “Menuju Manajemen Pemerintahan yang Profesional” menilai pernyataan Rizal sebagai mencari kesalahan pihak lain. Menurut dia, wajar saja persoalan BPPN sangat dipermasalahkan oleh IMF, karena tidak permah ada garis yang transparan dan jernih tentang bagaimana mengurus obligor dan masalah-masalah MSAA. ''Sehingga kita tidak bisa menjawab dengan baik ketika dipersoalkanIMF,'' ujarnya.
Ia bahkan menilai, hal yang mengecewakan dari kinerja pemerintah di bidang ekonomi, tidak terbatas pada tiga hal tersebut. Sjahrir kemudian merujuk pada perlakuan istimewa yang diberikan pemerintah pada tiga konglomerat dan obligor-obligor tertentu. ''Mereka dianggap selesai dan diumumkan karena proses Inisiatif Jakarta selesai,'' tegas dia. Menurut Sjahrir, perlakuan seperti ini bisa memancing rasa ketidakadilan dari obligor-obligor yang tidak mendapatkan perlakuan serupa. Karena itu, kata dia, ketiadaan kaidah yang lazim dan wajar untuk suatu restrukturisasi perusuhaan akan menjadi persoalantersendiri karena seluruh biaya rekapitalisasi dibebankan pada APBN dalam bentukpembayaran bunga obligasi pemerintah. ''Bagaimana jadinya kalau tidak ada akuntabilitassedikit pun,'' kata dia. (Upiek S)