Pemerintah Terbitkan Surat Utang dan Obligasi Senilai Rp 659,07 Triliun
Reporter
Editor
Jumat, 18 Juli 2003 15:54 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Keuangan Boediono mengungkapkan bahwa obligasi dan surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia hingga saat ini mencapai Rp 659,07 triliun. Hal tersebut dikatakannya dalam Rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI mengenai pengajuan rancangan Undang-Undang Obligasi Pemerintah di gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa (29/1). “Nilai nominal dari surat utang dan obligasi yang telah diterbitkan pemerintah untuk keperluan program penyehatan dan restrukturisasi perbankan berjumlah Rp 649,1 triliun. Ditambah dengan penerbitan surat utang untuk keperluan program kredit, yang besarnya Rp 9,97 triliun,” paparnya. Menurut Boediono, obligasi yang diterbitkan tersebut untuk merekapitalisasi bank-bank umum, juga merupakan instrumen pasar finansial (sekuritas) yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan surat utang yang diterbitkan kepada Bank Indonesia (BI) tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Menteri Keuangan juga menjelaskan, portofolio utang pemerintah ini terdiri dari utang dalam negeri dan luar negeri, di samping mengandung unsur biaya bunga hingga dari waktu ke waktu mengandung unsur resiko menambah beban anggaran negara. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan tingkat suku bunga, dalam negeri dan luar negeri, inflasi, dan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, lanjutnya, portofolio utang pemerintah ini perlu dikelola secara efisien dan profesional, berlandaskan pada prinsip-prinsip manajemen resiko terbaik. Tujuannya agar diperoleh struktur portofolio utang yang dapat meminimalkan biaya utang pada tingkat resiko yang dapat dikendalikan. Penerbitan dan pengelolaan obligasi pemerintah harus didukung oleh landasan hukum yang setingkat undang-undang. “Kebutuhan ini mendesak, mengingat jumlah obligasi yang telah diterbitkan pemerintah cukup besar,” kata Menkeu. Dia juga menambahkan, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai undang-undang yang mengatur penerbitan surat utang negara, antara lain yang diterbitkan tahun 1950 dan hingga saat ini belum dicabut. Menurut Boediono, dalam RUU yang diajukan pemerintah ini juga terdapat penegasan bahwa tujuan penerbitan surat utang negara dibatasi hanya untuk tiga hal. Pertama, yakni untuk membiayai defisit APBN, menutup kekurangan kas jangka pendek. Hal itu disebabkan tidak adanya kesesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam setahun anggaran dalam mengelola portofolio utang negara. Dalam RUU ini pula ditegaskan bahwa kewenangan untuk menerbitkan surat utang negara berada pada pemerintah, yang pelaksanaannya dilakukan oleh menteri Keuangan. “Dalam hal ini, Menteri Keuangan mempunyai hak untuk menetapkan syarat dan ketentuan (terms and conditions) dari surat utang negara dengan mempertimbangkan kebutuhan fiskal maupun kondisi pasar finansial serta upaya peningkatan kegiatan perdagangan dna likuiditas surat utang negara di pasar sekunder,” tutur Menkeu. (Ebnu Yufriadi-Tempo News Room)
Berita terkait
Asal Usul World Water Forum, Konvensi Dunia yang Khusus Membahas Masalah Air
4 menit lalu
Asal Usul World Water Forum, Konvensi Dunia yang Khusus Membahas Masalah Air
Masalah krisis air yang menghantui dunia kreap dibahas dalam World Water Forum, musyawarah khusus di tingkat dunia.