Kita memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kewajiban kita. Ini merupakan hal yang positif bagi Indonesia, kata Rizal Ramli, mantan menteri keuangan, dalam diskusi bertema Memutus IMF dan Memandirikan Bangsa oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam di Jakarta, Jumat (30/5). Juga hadir dalam diskusi ini Sri Edi Swasono--staf ahli kepala Bappenas, Sunarsip AKpenulis dan aktifis di Center for Indonesian Reform dan Fuad Bawaziermantan menteri keuangan.
Rizal menilai, Indonesia pasca IMF mampu keluar dari krisis ekonomi dengan melakukan mobilisasi pendapatan dalam negeri Indonesia. Berdasarkan kajian tim ekonomi yang disebut Indonesia Bangkitberanggotakan puluhan ekonom terkemukaRizal mengatakan ada tiga langkah yang dapat ditempuh pemerintah. Dengan langkah ini, pemerintah dapat mengumpulkan dana mencapai
Pertama adalah reformasi sistem perpajakan di Indonesia dengan meningkatkan jumlah wajib pajak dari 2,9 juta orang menjadi 5 juta hingga 2005. Selain itu menurunkan tarif pajak nominal hingga 20 persen sehingga Indonesia kompetitif bagi investor asing dan menaikkan tarif pajak efektif serta melakukan pengampunan pajak (tax amnesty). Minimal bisa terkumpul 90 triliun dalam 3 tahun, kata dia.
Langkah kedua adalah melakukan optimalisasi penerimaan minyak dan gas. Ini dilakukan, lanjut ekonom yang saat ini aktif di Econit, dengan melakukan sekuritisasi ladang minya Natuna, Bontang dan lainnya. Melakukan negoisasi ulang kepemilikan saham Exxon Mobil atas pengelolaan ladang minyak Cepu. Ini karena Cepu merupakan ladang minyak terbesar kedua di Indonesia setelah Plaju di Sumatera Selatan. Kita minta 60-70 persen saham di Exxon Mobil dengan negoisasi all out, kata dia. Serta melakukan renegoisasi pengelolaan pertambangan oleh Freeport. Total dana yang bisa diperoleh, seperti yang terlihat dalam selebaran yang dibagikan, adalah Rp96 triliun.
Langkah ketiga adalah dengan optimalisasi dana dari dana rekening 69 (dulunya rekening 16) yang menampung selisih dana penjualan minya mentah sekitar 18 triliun. Selain itu dengan mengumpulkan sisa anggaran tahunan (Rp27 triliun), dana rekening dana investasi (Rp 28 triliun), dan kewajiban Bank Indonesia dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ke pemerintah (Rp84,5 triliun). Total dana yang bisa diperoleh, kata dia, adalah Rp96 triliun.
Mengenai mobilisasi pendapatan dalam negeri Indonesia ini, lanjut Rizal, pemerintah bisa meraup pendapatan hingga Rp500 triliun dalam tiga tahun mendatang. Itu dengan ditambah peningkatan sektor perkebunan, telekomunikasi, perikanan, dan penghematan pengeluaran lewat rescheduling utang domestik dan pembayaran pokok utang hingga Rp202 triliun. Dengan pendapatan sekitar Rp500 triliun dalam tiga tahun, kalau dilakukan untuk memompa perekonomian bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi 6-7 persen, kata dia.
Rizal yakin dengan memompa perekonomian dalam negeri, investor asing akan datang sendiri. Bukan seperti sekarang, investor asing tidak masuk-masuk, seperti nunggu godot, kata dia.
Mengenai pemutusan hubungan dengan IMF ini, Sri Edi Swasono optimis hal itu bisa dilakukan. Namun, ia menyayangkan tindakan pemerintah yang hingga sekarang belum membuat exit plan. Mereka tidak bikin apa-apa, kata dia. Edi Swasono merasa khawatir hal ini karena ada rencana dari orang-orang tertentu di pemerintahan yang hendak membuat keluarnya Indonesia, yang sudah ditetapkan dalam ketetapan MPR 2002, tidak berjalan.
Menurutnya, Indonesia sebaiknya membayar lunas utang jatuh tempo kepada IMF pada 2003 ini, yang besarnya sekitar US$6,2 miliar. Setelah pembayaran, menurut dia, sisa cadangan devisa masih cukup banyak yaitu US$27 miliar.
Sedangkan Sunarsip AK mensinyalir adanya rencana pemerintah untuk cerai dengan IMF namun tetap dalam salah satu skema kerja sama. Jadi tidak cerai betul, kata dia. Ia menduga skema itu adalah post monitoring program, sehingga IMF tetap berkesempatan melakukan intervensi seperti dalam pola letter of credit. Jadi solusinya kita bayar Rp6,2 triliun, kata dia.
Menanggapi hal ini, Fuad Bawazier berharap pemerintah akan memperhatikan masukan-masukan dari berbagai kalangan ini. Kita akan melihat cerdasnya presiden. Apa dia mengerti, kata dia. Fuad mengatakan bahwa jika pemerintah tetap mengabaikan ketetapan MPR, maka hal itu berarti tindakan pemerintah inkonstitusional. Kita akan berikan perlawanan keras, tegas dia. (Budi Riza--Tempo News Room)