Bank Indonesia Waspadai Harga Minyak

Reporter

Editor

Kamis, 22 November 2007 03:46 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Bank Indonesia mengantisipasi kebijakan moneter ke depan dengan penuh kewaspadaan. Menurut Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Made Sukada, sikap hati-hati perlu terus dilakukan untuk meminimalkan tekanan inflasi sebagai dampak dari terus melambungnya harga minyak, yang kini mendekati US$ 100 per barel.Made mengatakan dampak lonjakan harga emas hitam adalah tingginya tekanan pada laju inflasi. Sebab, kenaikan itu mendorong kenaikan harga barang kebutuhan lainnya. "Maka ini sangat perlu diwaspadai," tuturnya kepada Tempo kemarin.Terlebih, ujar dia, volatilitas harga minyak dunia cukup tinggi. Minyak dunia secara bertahap bisa turun drastis, tapi kemudian bisa naik lagi. "Situasinya penuh ketidakpastian," ujarnya.Made menambahkan, kehati-hatian bank sentral dalam menanggapi tren harga minyak dunia sudah tampak dalam kebijakan moneter terakhir pada Oktober lalu. Saat itu Bank Indonesia memutuskan menahan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) pada posisi 8,25 persen. "Kami akan terus memantau perkembangan harga minyak dunia ke depan," ujarnya.Apakah itu berarti bank sentral akan tetap menahan BI Rate 8,25 persen pada Desember? Made enggan menjawab. "It's too early," ucapnya singkat.Made hanya memastikan bahwa imbas naiknya harga minyak dunia terhadap inflasi nasional belum mengkhawatirkan. Inflasi tahun ini ataupun tahun depan diyakini masih dalam koridor target Bank Indonesia, yakni masing-masing sebesar 6 plus minus 1 persen dan 5 plus minus 1 persen.Ekonom Citigroup, Anton Gunawan, pun sependapat kenaikan harga minyak belum banyak berpengaruh terhadap inflasi. "Efeknya ada, tapi tidak terlalu besar," kata dia.Menurut dia, inflasi tak akan naik tajam hingga dua digit seperti tahun 2005 karena janji pemerintah tak menaikkan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak bersubsidi. Dia memperkirakan tahun ini inflasi bakal berada di kisaran 6,5-6,6 persen. Sedangkan tahun depan inflasi berkisar 7 persen.Anton menilai efek harga minyak dunia secara langsung pada industri belum secara signifikan diikuti oleh kenaikan harga-harga barang. Produsen dari industri manufaktur pun, menurut dia, belum terlihat melakukan penyesuaian karena kenaikan harga minyak baru terjadi mulai Oktober-November.Dia lebih menyarankan Bank Indonesia mewaspadai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dalam jangka pendek adalah kurs. "Bank Indonesia perlu menjaga agar rupiah lebih kuat di 9.100," kata Anton.Pandangan berbeda disampaikan oleh ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan. Menurut dia, kenaikan harga minyak secara otomatis akan menekan inflasi. Kalangan industri pun pasti akan menaikkan harga barang karena ongkos produksi mereka naik. "Konsekuensinya, ada kemungkinan Bank Indonesia memangkas tingkat bunga semakin kecil," kata Fauzi.Pada Desember nanti, Fauzi memprediksi Bank Indonesia akan kembali menahan BI Rate 8,25 persen. Pada triwulan pertama 2008, menurut dia, bank sentral itu mulai menurunkan suku bunga acuan tersebut.AGOENG WIJAYA | AGUS SUPRIYANTO

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

4 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

4 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

4 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

6 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

7 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

7 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

8 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

8 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

8 hari lalu

BI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit

BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

9 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya